Volume 1 Chapter 1 - Anting Giok (Part 1)
Jauh di dalam istana batin, terdapat seorang permaisuri yang
disebut "Permaisuri Raven".
[TL: gua pke basa
inggris aj ngab, klo denger permaisuri gagak agak gmna gitu]
Permaisuri ini istimewa, karena dia tidak pernah tidur dengan
Kaisar terlepas dari gelarnya. Dia tinggal dengan tenang di istana yang gelap
gulita, dan jarang keluar. Di antara mereka yang pernah melihatnya, ada yang
mengatakan bahwa dia adalah seorang wanita tua, dan ada juga yang mengatakan
bahwa dia adalah seorang gadis muda.
Konon kabarnya, Permaisuri Raven merupakan seorang wanita pertapa yang abadi
atau, tepatnya, seorang revenant yang
menakutkan. Dikatakan bahwa dia menggunakan kekuatan misterius. Rumor
terbesarnya adalah jika diminta, dia akan melakukan apa saja, mulai dari
mengutuk saingan yang dibenci, memanggil orang mati, mengusir setan, hingga
menemukan benda-benda yang hilang. [TL: revenant adalah mayat hidup yang
diyakini telah dihidupkan kembali dari kematian untuk menghantui yang hidup.]
Dia tinggal di istana batin tetapi bukan salah satu
permaisuri yang dikunjungi kaisar. —atau setidaknya, begitulah yang seharusnya
terjadi.
Malam itu, sepasang bayangan bergerak mendekati istana
Permaisuri Raven.
*
"Tak ada
satupun cahaya di Istana Yamei "
[TL: gua pke istana aj ya, gk pke keraton soalnya
keraton sering merujuk ke istana penguasa di nusantara, jd konteksnya beda lg]
Sambil berjalan menyusuri
gang yang diterangi oleh cahaya lentera yang menggantung, Ka Koushun menatap
istana yang bisa dilihatnya dalam perjalanannya. Dinding hitam legam di Istana Yamei —yang berarti istana yang bersinar terang bahkan di malam hari —lebih gelap dari kegelapan yang
mengelilinginya. Jika bulan keluar, itu akan
menerangi genteng berwarna biru yang mengkilap seolah-olah cerminan permukaan
air, tetapi sayangnya awan menutupinya malam ini.
"Saya yakin
itu karena lentera gantung tidak menyala."
Ei Sei, memegang lentera
gantung, dengan tenang berkata.
Dia, yang merupakan
seorang kasim, memiliki suara yang tinggi, tetapi suaranya bergema dengan
jelas, dan itu sama indahnya dengan penampilannya.
Ada lentera yang
tergantung pada langit-langit Istana Yamei, tetapi tidak ada satupun yang
menyala.
"Kasim-kasim
dari Kementerian Dalam Negeri sangat takut pada Istana Yamei dan bahkan tidak
ada yang mencoba mendekatinya. Kita harus berhati-hati."
"Kenapa?"
Suara Koushun juga
sangat tenang ketika dia menanyakan pertanyaan singkat itu. Bukannya dia
menyembunyikan suaranya yang medominasi sekelilingnya—biasanya seperti itu.
Suaranya rendah tapi tidak dingin, seperti sinar matahari yang menembus
pepohonan di musim dingin.
"Tampaknya siluman
burung muncul di sini."
“Siluman burung?”
"Saya telah
mendengar bahwa itu adalah seekor burung besar yang bersinar keemasan.
Dikatakan bahwa burung itu akan menyerang seseorang ketika ada yang mendekati
istana itu."
"Oh"
Koushun berkata,
tidak terlihat tertarik. Matanya tertuju pada istana yang gelap gulita. Bahkan
tak ada satu pun sinar cahaya yang datang dari gedung yang sunyi itu, dan
sepertinya itu benar-benar kosong.
Ei Sei melirik
sekilas ke arah wajah maskulin Koushun.
"Dajia,
apakah Anda serius akan mengunjungi Permaisuri Raven?"
"Untuk itulah
aku datang ke sini."
Jawaban Koushun
sangat langsung. Ketika kasim memanggil seseorang dengan sebutan Dajia—Yang
Mulia, mereka hanya merujuk pada satu orang di negeri ini, Shou. itu adalah kaisar.
"Aku
mengunjungi seorang permaisuri, jadi tidak akan ada masalah."
"Permaisuri Raven
tidak seperti permaisuri lainnya. Jika kamu bertemu dengannya, bencana bisa
saja terjad—"
Koushun tersenyum
ringan.
"Aku tidak
pernah menyangka kamu akan mempercayai rumor itu juga, ya, Sei."
Ei Sei terdiam.
"Tampaknya
ada berbagai rumor, mulai dari yang masuk akal hingga gosip konyol, tetapi
Permaisuri Raven—"
Koushun berhenti.
Di ujung tangga berbatu, ada sebuah pintu besar berwarna hitam pekat. Pintu itu
ditutup rapat untuk menghalangi pengunjung.
"Yang terbaik meninggalkan detailnya untuk nanti. Ketika kita bertemu dengannya, kita
akan tahu apakah Permaisuri Raven adalah seorang pertapa atau seorang
revenant."
Mereka
menginjakkan kaki mereka di atas batu. Ketika Ei Sei berdiri di depan dan
hendak mendorong pintu masuk, pintu itu terbuka tanpa suara sedikitpun.
Terkejut, Ei Sei melangkah mundur, dan dari celah pintu yang redup itu, sesuatu
terbang keluar bersamaan dengan pekikan yang menusuk.
Ei Sei menjatuhkan
lentera-nya, dan kemudian lingkungan mereka diselimuti kegelapan. Mereka
mendengar pekikan aneh dan kepakan sayap, tetapi mereka tidak bisa melihat
wujudnya dalam kegelapan.
"Dajia,
tolong mundur."
Tepat saat Ei Sei
mengatakan itu, suara sayap dan pekikan yang sangat keras bergema. Suara itu
segera berhenti, dan hanya ada suara kepakan sayap yang lemah. Ketika matanya
menjadi terbiasa dengan kegelapan, Koushun melihat bahwa Ei Sei sedang
mencengkeram seekor burung besar di tengkuk lehernya.
"...Apakah
itu ayam?"
Makhluk yang
ditangkap oleh Ei Sei dan menggeliat-geliat itu tampak seperti ayam bulat dan
gemuk. Namun, seolah-olah bulu-bulunya diwarnai dengan debu emas, itu
samar-samar berkilauan bahkan dalam kegelapan.
"hampir saja
dia melukai Anda. Bolehkah aku mencekiknya?"
Ketika Koushun
mencoba menghentikan Ei Sei, yang mengatakan itu dengan dingin dan hendak
memelintir leher ayam itu, sambil berkata, "Tidak, tunggu"—
"—Lepaskan
Xingxing, jelata!."
Pintu terbuka
lebar, dan suara yang jelas terdengar dari dalam. Itu adalah suara gadis lembut
yang menyenangkan di telinga seseorang, seperti riak.
Ayam itu terlepas
dari tangan Ei Sei, yang dikejutkan oleh suara itu, terbang jauh ke dalam
ruangan. Ada tirai sutra tipis yang tergantung berlapis-lapis di bagian
belakang ruangan yang luas itu, dan tiba-tiba sebuah tangan putih keluar dari
celah di antara tirai.
Di depan tirai,
ada sebuah lentera berbentuk bunga teratai, memancarkan cahaya redup. Cahayanya
menerangi orang yang muncul dari tirai.
Untuk sesaat, Baik
Koushun dan Ei Sei lupa bagaimana berbicara.
Cahaya lembut
menerangi seorang gadis cantik dengan wajah pucat. Seorang gadis muda dengan
sosok yang ramping. Dia tampak berusia sekitar lima belas atau enam belas
tahun. Rambutnya diikat menjadi lingkaran kembar dengan jepit rambut giok dan
hiasan rambut emas. Bunga-bunga peony yang menarik perhatian, yang tampaknya
sekecil wajah gadis itu, menghiasi bagian belakang rambutnya.
Apa yang
mengejutkan adalah bagaimana pakaian yang membalut tubuhnya berwarna hitam
legam dari kepala sampai kaki. Bahkan jubah dan gaun yang ditarik sampai ke
dadanya berwarna hitam. Jubahnya terbuat dari satin hitam dengan kilau seperti permukaan
air, dengan bordiran detail desain bunga dan daun, dan gaunnya memiliki motif
anyaman burung pemakan bunga yang cantik yang ditenun di dalamnya. Selendang
yang tergantung di bahunya juga terbuat dari sutra hitam halus, tapi mungkin
ada obsidian yang dijahit di dalamnya, karena terlihat berkilau seperti embun
malam.
Sama seperti
namanya Permaisuri Raven, gaunnya menyerupai burung gagak.
Ayam emas yang
terlepas itu, tertangkap dalam pelukan gadis itu. Dia mengangkat bulu matanya
yang panjang dan mengalihkan pandangannya ke arah Ei Sei.
"Ini adalah
burung magis tak ternilai harganya. Jika engkau telah membunuhnya, engkau tak
akan mampu mengimbanginya dengan cara apapun. berhati-hatilah."
Seorang gadis
dengan cara berbicara yang sangat kuno, pikir Koushun. Serta mementingkan diri
sendiri.
Gadis itu
mengalihkan mata ungu yang seperti batu permata ke arah Koushun.
"Aku melihat
kaisar hanya ditemani oleh seorang pelayan. Ada masalah apa yang engkau miliki
denganku? Aku tidak akan datang ke tempat tidurmu. Camkan itu baik-baik."
"Aku telah
mengirim utusan sebelumnya."
"Aku tidak
tahu. Xingxing mengusir mereka pergi."
Gadis itu
meletakkan ayam emas—Xingxing di lantai. Ada sebuah permadani dengan desain
anyaman bunga yang terbentang di lantai juga.
Ei Sei akan membuka
mulutnya dengan wajah kesal setelah mendengar kata-kata dan perilaku gadis itu,
tetapi Koushun menahannya dengan satu tangan. Dia berjalan ke dalam ruangan dan
berdiri di depan meja dengan hamparan brokat kepar yang terbentang di atasnya.
Sekelilingnya dipenuhi dengan aroma yang berhembus dari pembakar dupa perak.
"Aku punya
permintaan untukmu, Permaisuri Raven. Tolong dengarkan aku."
Memberitahukan hal
itu, Koushun duduk di kursi. Alis gadis itu berkerut dan dia bahkan tidak
bergerak untuk mendekati meja. Tanpa mempedulikan hal itu, Koushun memasukkan
tangannya ke dalam dada pakaiannya dan meletakkan barang yang dia ambil ke atas
meja.
"Kutukan
kematian, pengusiran setan, menemukan barang yang hilang—Engkau menerima
permintaan apa pun. Aku dengar itu adalah peranmu, apa aku salah?"
Alis gadis itu kian
berkerut, menatap benda yang Koushun letakkan di atas meja. Itu adalah
anting-anting giok. Itu bukan sepasang lengkap, hanya satu. Itu adalah batu giok
berbentuk tetesan air mata yang agak besar dengan ukiran emas.
"... Tidak
semuanya. Aku tidak menerima permintaan yang harganya tak bisa dibayar."
"Apa maksudmu
dengan harga?"
"Jika kau
mengutuk seseorang, gali dua kuburan—nyawa untuk kutukan kematian. Asetmu untuk
sebuah pengusiran setan. Masalah menemukan benda-benda yang hilang adalah suatu
kesepakatan yang diperoleh melalui konsultasi."
"Bagaimana
jika aku mengatakan bahwa aku ingin tahu siapa pemiliknya?"
Koushun memegang
anting-anting itu di antara jari-jarinya. Giok itu, hijau tua seolah-olah
seseorang sedang mengintip ke dalam kolam yang dalam, dipenuhi dengan cahaya
kental dalam penerangan yang redup.
"Aku
menolak."
"Kenapa?"
"Mengenai
hal-hal seperti pemiliknya, engkau akan mengetahuinya dengan mudah jika engkau
bertanya pada orang-orang. Apakah tidak mungkin bagimu untuk melakukannya, atau
apakah ini hanya sekedar iseng untuk menghabiskan waktu? Apapun itu, aku
khawatir itu tidak cukup memuaskan. Aku tidak ingin terlibat dalam hal-hal yang
merepotkan."
Seorang gadis yang
cerdas, pikir Koushun sambil menatapnya.
"–Konon
katanya, Permaisuri Raven adalah seorang pertapa wanita atau seorang revenant.
Bagaimanapun juga..."
Meletakkan
anting-anting itu lagi, Koushun berdiri. Ia mendekati gadis itu.
"tapi engkau manusia.
Bukankah itu benar?"
Dia berkata dengan
tenang dan meraih tangan gadis itu. Itu adalah tangan manusia yang penuh dengan
kehangatan. Gadis itu menegang.
"Kudengar kau
ditemukan ketika kau masih muda dan dibawa ke sini. ——Dengan
mempertimbangkannya, aku masih belum mendengar namamu. Siapa itu?"
Tatapan gadis itu
berkeliaran, dan kemudian dia berbisik dengan suara kecil.
"...Jusetsu."
"Jadi namamu
Ryuu Jusetsu? Nama yang bagus." [TL:
btw penamaan nya kupakai romanji jepang untuk sekarang, mungkin kedepannya akan
di ganti]
Dia berbicara
terus terang, dan Jusetsu melototinya. Pipinya tampak memerah. Untuk beberapa
alasan, ia berpikir bahwa Jusetsu seperti kucing dengan bulu-bulunya yang
berdiri tegak, Koushun melihat ke bawah pada tangan Jusetsu yang ia pegang.
Lengannya pucat dan tipis, tetapi ia melihat memar kecil pada kulitnya. Itu
adalah memar hitam kemerahan, berbentuk seperti bunga. Itu terlihat seperti
luka bakar...
Jusetsu melepaskan
tangannya.
"Aku tidak akan menerima permintaanmu. Pergilah sekarang."
Jusetsu berkata
dengan tajam, lalu segera mengeluarkan bunga peony dari rambutnya. Dia
meletakkannya di telapak tangannya, dan bentuknya berubah, menjadi asap sebelum
berubah menjadi nyala api merah muda. Bahkan Koushun, yang tidak tergerak pada
kebanyakan hal, terkejut, dan dia mengambil langkah mundur.
Jusetsu meniup api
tersebut. Kemudian angin kencang berhembus, dan Koushun merasa sangat pusing.
Dia menutup matanya rapat-rapat dan memalingkan kepalanya dari angin. Ketika ia
mengendalikan kakinya yang terhuyung-huyung dan melihat ke depan, ia menemukan
pintu hitam legam yang menatap balik ke arahnya.
“——”
Koushun menatap
pintu, tercengang. —Apa tadi itu?
"Engkau
melupakan ini."
Jusetsu berbicara,
pintu sedikit terbuka. Anting-anting itu terlempar dari celah, dan Koushun
dengan cepat mengulurkan tangannya untuk menangkapnya. Pintu-pintu itu
terbanting menutup dengan keras.
"...Nampaknya
kita berdua telah dikeluarkan."
Ei Sei berada di
sampingnya. Dia memiliki ekspresi bingung di wajahnya.
"Apakah itu
sihir misterius yang digunakan oleh Permaisuri Raven?"
Koushun
menyelipkan anting-anting di dadanya dan menghela napas.
"Sepertinya
begitu. Nampaknya aku telah menyinggung perasaannya."
—Namanya Jusetsu,
tapi dia seorang gadis yang bagaikan embun beku di musim semi.
Koushun menaiki
anak tangga dan berbalik kembali ke jalan setapak. Ei Sei mengambil lentera yang
terjatuh dan mengikutinya.
"Siapakah
Permaisuri Raven itu?"
"Yah, dia
lebih mirip seperti seorang Miko." [TL:
Miko merujuk pada wanita kuil (jinja) atau pendeta-wanita pendamping yang dulu
pernah dipandang sebagai dukun.]
"Miko?"
"Kurasa kau
bisa menyebutnya sebagai keturunan miko yang melayani dewi Wulian Niangniang.
Dia dulu memiliki kuil di sini. Dinasti sebelumnya membangun istana di
sana."
Koushun berbicara
seolah-olah dia sedang membaca dari buku sejarah Soutsuten.
"Kaisar
sangat mengagumi sihir misterius miko itu, jadi dia mengurungnya di dalam
istana batin dan memberinya gelar permaisuri khusus untuk memonopoli
kekuatannya. itulah Permaisuri Raven - itu ditulis dalam sebuah buku."
Kakek Koushun,
yang mengambil alih tahta dari kaisar dinasti sebelumnya dan membentuk dinasti
saat ini, mempertahankan ibukota dan istana seperti semula. Itu termasuk
Permaisuri Raven.
"Permaisuri
Raven tidak berubah seiring dengan suksesi kaisar. Permaisuri Raven sebelumnya
berasal dari dinasti sebelumnya. Hanya dua tahun yang lalu dia digantikan
dengan Permaisuri Raven Ryuu saat ini."
Itu sebelum
Koushun naik tahta.
"Rupanya,
penerus Permaisuri Raven ditemukan oleh burung emas itu. Sei, sebaiknya kau
tidak mencekik burung itu. Kau terlampau terburu-buru, ini juga untuk
kebaikanmu sendiri."
Ei Sei tampak
malu.
"Tapi Dajia,
kenapa kau harus meminta bantuan gadis kecil itu?"
Ei Sei tidak
menyukai Jusetsu yang berbicara dengan kaisar dengan istilah yang sama, atau
lebih tepatnya, seolah-olah dia lebih tinggi statusnya daripada kaisar.
"Tak seorang
pun dapat memerintah Permaisuri Raven untuk melakukan apa saja. Dia istimewa.
Aku tidak bisa begitu saja melanggar kebiasaan yang sudah ada sejak lama."
Koushun benci
melanggar adat istiadat. Alasan harus dihormati, dan baik kemanusiaan maupun moralitas
harus dijunjung tinggi.
"Dajia, kamu
terlalu serius."
Koushun tersenyum
tipis pada Ei Sei yang menggerutu.
"Sei, tahukah
kamu? Dinding Istana Yamei yang konon dicat hitam karena dicelup dengan darah
orang-orang yang mencoba menyakiti Permaisuri Raven."
Ei Sei
menengadahkan wajahnya, seolah-olah ia bisa mencium bau darah.
Koushun menepuk
dadanya. Anting-anting giok itu ada di sana.
"Sekarang,
apa yang harus dilakukan."
Dia harus meminta
Jusetsu untuk menerima permintaannya, bahkan jika dia harus menyuapnya.
Karena ini
kemungkinan besar adalah sesuatu yang hanya dia yang bisa lakukan—.
*
Setelah
menempatkan pecahan kayu gaharu di atas abu pembakar dupa dan menunggu beberapa
saat, asap tipis perlahan-lahan mengepul dari pembakar. Aroma yang kuat
memenuhi ruangan.
Jusetsu melangkah
menjauh dari pembakar dan duduk di kursi. Aromanya memang menenangkan, tapi itu
tidak menghilangkan perasaan sedihnya. Sumber masalahnya adalah kaisar muda
yang mengunjunginya semalam.
—Orang itu
kemungkinan besar akan datang ke sini lagi.
Betapa
merepotkannya, pikirnya. Dia bisa menangani permintaan sederhana dari para
wanita di istana batin, tetapi permintaan seorang kaisar akan sangat
mengganggu.
Jusetsu mengusap
lengannya melalui jubahnya. Itu adalah lengan yang dipegang Koushun tadi malam.
Melihatnya dari dekat, kaisar itu lebih muda dari yang dia pikirkan, tapi dia
tampak jauh lebih dewasa dari usianya, dan dia memiliki tatapan tenang yang
seperti sinar matahari di musim dingin. Dia menyangka kaisar itu akan lebih
garang.
Kaisar naik tahta
setahun setelah Jusetsu menggantikan Permaisuri Raven sebelumnya. Rupanya, ada
semacam masalah mengenai penunjukan penerus kaisar sebelumnya, tetapi setelah
dibawa ke sini pada usia enam tahun, tertutup di dalam istana dan dipaksa untuk
mengabdikan dirinya untuk pelatihan, Jusetsu tidak tahu detailnya dan juga
tidak tertarik pada mereka.
Xingxing, yang
tergeletak di atas permadani bunga, mengangkat kepalanya dengan kedutan.
Tiba-tiba ia mengepakkan sayapnya dan mulai membuat keributan yang keras. Ia
berlari di sekitar ruangan, menjerit-jerit.
"Xingxing,
hentikan itu."
Jusetsu mencoba
mengendalikannya, tetapi Xingxing tampaknya tidak mendengarkan sama sekali,
menghamburkan bulu-bulunya dan menjerit-jerit. Burung emas ini tidak pernah
mendengarkan Jusetsu. Namun, burung itu patuh pada Permaisuri Raven sebelumnya.
Ada legenda yang
berbicara tentang burung emas yang mampu menentukan lokasi emas atau menemukan
mayat. Itu adalah burung yang aneh, langka di dunia ini dengan bulu emas.
Dulunya langsing, tetapi mungkin karena diberi makan makanan mewah di istana
dalam, ia menjadi bulat dan gemuk. Aku
yakin burung itu akan lezat jika dipanggang utuh—itulah pikiran pertama
Jusetsu ketika dia melihat burung itu, dan sepertinya burung itu merasakannya,
karena Xingxing masih waspada terhadap Jusetsu bahkan sampai sekarang.
Jusetsu menghela
napas dan mengarahkan jarinya ke pintu. Ketika dia memberi isyarat seperti
sedang menarik tali, pintu-pintu itu tanpa suara berayun terbuka.
Di pintu masuk,
sama seperti tadi malam, berdiri Koushun dan pelayannya.
Koushun memiliki
wajah tenang dan tanpa emosi yang sama seperti semalam. Dia seperti gunung
musim dingin yang tak tergoyahkan, pikir Jusetsu. Sebuah gunung dimusim dingin
yang diam-diam tidur sampai musim semi, diam dan tak bergerak.
"Tidak peduli
berapa kali engkau datang, aku tidak akan mendengar permintaanmu."
Jusetsu berkata
dengan dingin, tetapi Koushun melangkah masuk ke dalam ruangan tanpa
mengindahkannya.
"Apakah kau
mendengarkanku?"
Di depan Jusetsu,
yang alisnya berkerut, Koushun memberi isyarat pada kasim di belakangnya dengan
matanya. Kasim itu melangkah maju seolah-olah ini semua sudah diatur. Dia
memegang sebuah nampan di tangannya. Ada sebuah kukusan di nampan bambu itu.
"...Apa
itu?"
Kasim itu tanpa
berkata-kata menempatkan nampan di atas meja dan mengangkat tutupnya. Seketika,
uap panas melayang keluar.
"...!"
Di dalamnya, ada
baozi putih yang montok dan bulat.
"Aku menyuruh
koki dessert membuat ini barusan. Isiannya adalah biji teratai. Aku dengar ini
adalah favoritmu."
Dia benar. Mata
Jusetsu tertuju pada baozi itu. Namun, Koushu duduk di seberangnya, meletakkan
tutup kukusan, dan menariknya lebih dekat padanya.
"Maukah
engkau mendengarkan apa yang hendak kukatakan?"
Jusetsu melihat
antara Koushun dan kukusan. Dia ragu-ragu untuk sementara waktu. Dia
mengharapkan Koushun membawa semacam umpan untuk menggodanya, tapi dia
meremehkan Koushun, dia berpikir bahwa Koushun akan membawa uang atau hiasan
rambut. Jusetsu tidak tertarik pada hal-hal seperti itu, tetapi dia terpaku
pada makanan. Sebelum dia datang ke sini pada usia enam tahun, dia menjalani
kehidupan di mana dia tidak tahu kapan makanan berikutnya akan datang.
Jusetsu meneguk
kembali air liurnya dan memelototi Koushun.
"...Aku akan
mendengarkan, tapi tidak lebih dari itu."
Koushun tersenyum
tipis. Ini adalah pertama kalinya dia melihat ekspresi seperti itu di wajahnya.
"Beberapa
hari yang lalu, ini ditemukan di istana dalam."
Koushun
mengeluarkan anting-anting giok tunggal yang dia tunjukkan padanya tadi malam.
"Apakah kamu
tahu siapa yang kehilangan anting-anting ini?"
"Aku tidak
tahu."
Jusetsu dengan
mudah berkata sambil menggigit baozi. Kulit baozi itu lembut dan lembab, dan
isian biji teratai terasa hangat dan manis.
"Kamu tidak
tahu? Bukankah Permaisuri Raven seharusnya tahu segalanya?"
"Jangan
berkata bodoh. Aku bukan dewa. —Aku akan tahu jika itu sebaliknya. Jika kamu
memintaku untuk menemukan sesuatu milikmu yang hilang. Jika aku mengikuti
chi-mu, aku bisa menemukannya dengan mudah. Namun, aku tidak bisa melakukan hal
yang sebaliknya. Tidak ada cukup chi dari suatu objek untuk menemukan
seseorang, dan ada terlalu banyak orang untuk ditemukan tanpa chi yang
cukup."
"....Aku
mengerti."
Dia ragu apakah
dia benar-benar mengerti, tapi Koushun perlahan-lahan mengangguk.
"Jika engkau
mengerti, maka pergilah."
Sambil mengisi
mulutnya dengan baozi, Jusetsu melambaikan tangannya seperti sedang mengusir
anjing. Namun, Koushun tidak berdiri. Dia melipat tangannya, seolah-olah sedang
berpikir keras.
"...Kalau
begitu, aku akan mengubah permintaanku. Sejujurnya, perkara mengenai
anting-anting ini sedikit berubah menjadi sebuah masalah."
"Masalah?"
Bahkan jika dia
mengatakannya, itu bukanlah sesuatu yang Jusetsu ketahui. ...Atau begitulah
yang dia pikirkan.
"Sepertinya
ada hantu yang merasuki anting ini."
Jusetsu
mengalihkan pandangannya dari baozi yang sedang dinikmatinya.
"Apa
maksudmu, 'sepertinya'. Pernahkah engkau melihat hantu?"
"Hanya
sekali. Meskipun, aku tidak melihatnya dengan jelas."
Tatapan Koushun bergeser
ke arah anting-anting.
"Itu adalah
seorang wanita yang mengenakan gaun merah. Dia hanya mengenakan anting ini di
telinga kirinya. —Apakah kamu tahu siapa wanita itu, setidaknya?"
Alis Jusetsu
mengerut saat dia melihat anting itu.
"Jika ada
hal-hal yang kupahami, ada juga hal-hal yang tidak kupahami. Namun, apa yang
akan engkau lakukan bahkan jika engkau mengetahuinya? Apakah pemilik yang
menjatuhkannya atau identitas hantu itu, apakah ini masalah yang mengharuskanmu
untuk menanganinya?"
"Aku hanya
ingin tahu. Aku tipe orang yang harus sampai ke dasar sesuatu setelah itu ada
di pikiranku."
Kebohongan total — pikir Jusetsu saat ia menatap
wajah Koushun. Dia tidak tampak seperti seorang pemuda yang penuh dengan rasa
ingin tahu. Dia juga tidak tampak tertarik pada apapun. Singkatnya, dia
memiliki sikap yang rendah diri. Terus terang, dia adalah seorang pria yang
secara emosional membosankan mirip seperti boneka kayu.
"Jika kamu
tidak bisa menemukan orang yang menjatuhkan anting-anting ini, maka akan cukup
bagimu untuk menemukan identitas hantu itu. Jika engkau diminta untuk mendengar
hal-hal yang tidak perlu, itu hanya akan menambah masalah yang merepotkan. Kau
benci hal-hal yang merepotkan, kan?"
Dia mengatakan
yang sebenarnya, tapi itu membuatnya jengkel untuk diberitahu seperti itu.
Ketika ia tetap diam, Koushun menunjuk ke arah kukusan. Kukusan itu sudah
kosong.
"Balasan
untuk baozi. Bagaimana dengan itu? Tidakkah engkau merasa tidak enak kalau
hanya makan gratis?"
Dia merasa marah
karena diberitahu bahwa dia "hanya makan gratis."
"Kepribadianmu
lebih buruk dari yang kuduga."
"Apakah aku
terlihat memiliki kepribadian yang baik? Itu adalah pertama kalinya aku
diberitahu hal itu."
Koushun dengan
santai menjawab. Jusetsu terdiam, sebuah kerutan terbentuk di antara alisnya.
"engkau jauh
lebih menggemaskan dari yang kuharapkan."
Wajah Jusetsu
tiba-tiba berubah menjadi merah padam. Dia bangkit tanpa menghiraukan dirinya
sendiri, dan menjatuhkan kursinya. Xingxing, yang sedang tidur di sampingnya,
melompat ke samping dengan panik.
"Sei,
kursinya."
Koushun berkata
pelan, dan kasim itu menegakkan kursi yang jatuh. Jusetsu memelototi Koushun
dengan wajahnya yang masih merah dan duduk kembali.
Koushun
mengulurkan anting-anting itu kepada Jusetsu. Masih memelototinya, Jusetsu
mengulurkan tangannya dan menerimanya.
Batu giok itu
dingin saat disentuh, tetapi dia bisa merasakan kehangatan yang aneh dalam
warna hijau tua yang memukau. Batu itu memiliki aura yang terasa seperti
diselimuti oleh gemericik aliran sungai dan keheningan hutan.
Jusetsu
menempatkan anting-anting itu di satu tangan dan menggunakan tangannya yang
lain untuk mengambil bunga peony di rambutnya. Ini bukan peony biasa. Itu
adalah kekuatan Jusetsu dalam bentuk peony.
Ketika dia
meletakkan peony di telapak tangannya, peony itu langsung berubah menjadi api
merah muda. Jusetsu meniupnya. Api itu bergoyang, berubah menjadi asap dan
menyelimuti anting-anting itu.
Asap merah muda
itu perlahan-lahan menipis. Pada gilirannya, sosok manusia muncul di sisi lain.
Awalnya samar-samar, tetapi segera menjadi lebih padat. Itu adalah seorang
wanita yang mengenakan gaun merah. Sanggul rambutnya yang tinggi berantakan.
Kepalanya menunduk ke bawah, dan di sampingnya, sebuah anting giok
berayun-ayun. Salah satu lengan bajunya robek, memperlihatkan lengan putihnya.
Di bagian dalam pergelangan tangannya, Jusetsu melihat sebuah tanda emas. Tiga
lingkaran dalam satu garis, seperti tiga bintang.
Wanita itu perlahan-lahan
mengangkat kepalanya.
"Ugh."
Kasim itu menekan
tangannya ke mulutnya. Wajah wanita itu berwarna ungu dan bengkak, dan matanya
tampak seperti akan keluar dari rongganya setiap saat. Ada selendang yang
melilit erat lehernya yang ramping. Lidahnya terjulur keluar dari mulutnya yang
terbuka, dan jari-jarinya mencakar lehernya.
"—Tidak
bagus. Dia tidak akan bisa berbicara dalam keadaan seperti itu."
Jusetsu berdiri
dan meniupkan nafas ke arah sosok itu. Asapnya berhamburan dan sosok itu
menghilang.
Dia mendengar
kasim itu menghembuskan nafas lega. Sei menyeka keringat dari wajahnya yang
pucat.
Jusetsu duduk dan
mengembalikan anting-anting itu kepada Koushun.
"Karena dia
tidak bisa berbicara, aku tidak akan bisa mengetahui nama hantu itu. Lebih baik
menyerah."
Koushun, yang
wajahnya tidak berubah bahkan ketika melihat penampakan hantu, melipat
tangannya sambil merenung.
"...Apakah
itu berarti hantu itu dibunuh dengan cara dicekik?"
"Aku tidak
tahu apakah dia dibunuh atau bunuh diri."
"Dia adalah
seorang selir, huh."
"...Sepertinya
begitu."
Ada tanda emas
pada pergelangan tangan hantu itu. Sebuah tanda tiga bintang. Itu adalah simbol
dari para selir yang tinggal di istana batin. Juga, itu berasal dari dinasti
saat ini. Tiga bintang adalah lambang dari klan yang berkuasa saat ini, klan
Ka.
"Hantu itu
mungkin adalah selir dari istana dalam kakek atau ayahku."
"Dia mungkin
selirmu."
"Belum ada
yang meninggal dalam pemerintahanku."
Jusetsu merasa
sedikit muram mendengar kata "belum." Di istana dalam, dimana selir
dan permaisuri bersaing untuk mendapatkan hati kaisar, tidak jarang kematian
terjadi.
Meracuni,
menghilangkan, eksekusi... Ada juga permaisuri yang datang kepadanya untuk
meminta kutukan kematian. Meskipun mereka semua pergi ketika mereka mengetahui
bahwa itu ditukar dengan nyawa mereka sendiri.
Koushun mengambil
anting-anting di tangannya.
"Kita tidak
tahu apakah dia telah dibunuh atau dia bunuh diri, tetapi apakah hantu itu
merasuki anting-anting ini karena kematiannya yang malang?"
"Sepertinya
itu yang terjadi."
Hantu pada umumnya
seperti itu.
"Tidak
bisakah kita melakukan sesuatu untuknya?"
"Apa?"
Jusetsu berkedip
mendengar kata-kata Koushun.
"Apa maksudmu
dengan 'sesuatu'?"
"Mereka
mengatakan bahwa ketika orang meninggal, mereka pergi ke surga di sisi lain
lautan. Hantu tidak diberikan hal itu dan harus terus menderita. Tidak bisakah
kita menyelamatkan hantu ini?"
Jusetsu menatap
wajah Koushun. Dia tidak bisa menangkap ekspresi apapun di wajahnya. Dia adalah
seorang pria yang pikirannya tidak bisa dibaca.
"....Bukannya
aku tidak bisa melakukannya."
Terdapat beberapa
cara untuk mengirim hantu ke surga. Engkau bisa menenangkan mereka dengan
upacara penyerahan diri. bisa juga mengusir penyesalan mereka yang masih
tersisa. Pada dasarnya hal-hal seperti itu.
Ketika dia
menjelaskan hal itu kepadanya, Koushun sejenak jatuh ke dalam pemikiran yang
mendalam lagi.
"Apakah dia
dibunuh di istana dalam atau didorong untuk bunuh diri, dia pasti tidak
memiliki apa-apa selain penyesalan."
Kata Koushun. Nada
suaranya santai, tapi mengandung kelembutan yang aneh. Suaranya tidak terkesan
dingin meskipun wajahnya tanpa emosi.
Kata-kata Koushun
juga membuat riak di hati Jusetsu. Penampakan menyedihkan dari hantu tadi
muncul di belakang pikirannya. Karena dia adalah seorang selir, dia pasti
cantik ketika dia masih hidup. Kesedihan dan ketakutan terukir di wajahnya. Dia
bertanya-tanya berapa banyak rasa sakit yang harus dia derita.
"Tidak bisakah
engkau menyelamatkannya?"
Koushun bertanya.
Jusetsu bingung bagaimana menjawabnya. Dia ingin menghindari hal-hal yang
merepotkan. Dia tidak ingin terlalu terlibat dengan kaisar. Namun—
Batu giok dari
anting-anting itu diam-diam berkilauan di tangan Koushun.
"...Ada juga
tanda di lenganmu."
Koushun mengatakan
itu pada Jusetsu yang bimbang. Dia menekan tangannya ke lengannya.
"Ini bukan
tanda dari istana dalam. Ini hanya memar."
"Aku tahu.
Posisinya berbeda, begitu juga dengan bentuknya."
Jadi apa maksudmu
mengatakan itu? Dia berpikir saat dia mengintip ke dalam wajah Koushun, tetapi
seperti yang diharapkan, dia tidak bisa membaca apa yang dia pikirkan sama
sekali.
"Bentuknya
seperti bunga. Itu terlihat seperti luka bakar—"
Jusetsu berdiri.
"Cukup dengan
pembicaraan yang tidak relevan ini. Baiklah. Aku akan menerima masalah hantu
anting-anting ini."
Dia mencondongkan
badannya ke depan dan merebut anting-anting itu dari tangan Koushun.
"Namun, aku
tidak bisa menjanjikan bahwa aku akan bisa menyelamatkannya. Apakah engkau baik-baik
saja dengan hal itu?"
"Ya, itu
cukup. Aku akan menyerahkan ini padamu."
Setelah mengatakan
itu, Koushun juga berdiri dari kursinya. Jusetsu menatap wajahnya.
"...Kenapa
engkau bersusah payah demi hantu itu? Apakah ini hanya demi anting-anting yang
kamu temukan?"
Koushun hanya
mengatakan satu hal sebagai jawaban atas pertanyaannya.
"Kukira
engkau bisa menyebutnya sebagai rasa kasihan."
Alis Jusetsu
mengernyit bersamaan. Dia tidak bisa berpikir bahwa hanya itu saja alasannya.
"—Baiklah.
Sekarang, siapkan untukku daftar nama para selir untuk kaisar sebelumnya dan
kaisar sebelum kaisar yang terakhir. Aku harus memastikan identitas hantu itu
terlebih dahulu."
Dia membutuhkan
informasi rinci seperti nama dan tempat lahir untuk upacara penyerahan diri,
dan dia mungkin bisa menentukan alasan penyesalan hantu itu dari informasi
tersebut.
"Daftar nama?
Aku tidak bisa melakukan itu."
Koushun dengan
tegas menolaknya.
"Kenapa
tidak? Jika engkau memerintahkannya demikian, itu akan segera disiapkan
untukmu."
Jusetsu telah
mendengar dari Permaisuri Raven sebelumnya bahwa daftar nama selir dan kasim,
serta catatan kematian mereka, semuanya dikelola oleh Biro Pelayan Istana.
Hanya nama Permaisuri Raven yang tidak tercatat. Selir yang meninggal karena
sebab-sebab yang aneh seharusnya ada dalam catatan. hanya saja jika catatannya
akurat.
"Jika aku
memerintahkan itu, gerakanku akan diketahui."
"Apa?"
"Akan
merepotkan jika itu terjadi. Ada orang-orang yang anehnya mencurigai setiap
gerakanku."
"..."
"Sei,"
Koushun memanggil kasim di belakangnya. Kasim itu membungkuk dalam pengertian.
"Aku pasti
akan menarik perhatian. Mungkin akan memakan waktu yang cukup lama."
Koushun melihat
kembali ke Jusetsu.
"Jika kita
bisa menyiapkannya, kita akan membawanya ke sini."
Dia membuat janji
yang samar-samar. Tampaknya memberikan perintah untuk respon cepat sebenarnya
lebih merepotkan.
Jusetsu merenung
sejenak, lalu tersenyum.
"Jika itu
yang terjadi, maka siapkan sesuatu yang lain untukku."
"Apa
itu?"
Koushun tampak
sedikit terkejut dengan apa yang dia minta.
*
Keesokan harinya,
Jusetsu menyelinap keluar dari pintu Istana Yamei. Suara genderang baru saja
menandai jam Naga (sekitar jam 7-9 pagi). Baginya, untuk meninggalkan istananya
sepagi ini...tidak, dia jarang meninggalkan istananya sejak awal. Meskipun ini
dianggap pagi, itu adalah jam ketika para birokrat sudah menuju ke tempat
kerja.
Berjalan menyusuri
jalan setapak, pakaian Jusetsu sangat berbeda dari apa yang biasanya dia
kenakan. Dia mengenakan gaun sederhana berwarna koral tanpa bordir atau motif,
dan rambutnya diikat tinggi di atas kepalanya dengan tidak ada satu pun pin
rambut. Ini adalah pakaian wanita istana yang dimiliki oleh Biro Kebersihan
Istana. Itu adalah hal yang dia katakan pada Koushun untuk dipersiapkan untuk
malam terakhirnya.
Daripada menunggu
entah berapa lama untuk daftar nama, akan lebih cepat untuk melakukan
penyelidikannya sendiri. Jusetsu termasuk orang yang tidak sabaran.
Dia berpakaian
sendiri. Pernah ada seorang pelayan wanita tua yang bekerja di Istana Yamei,
dan Jusetsu tidak memiliki pelayan. Aku tidak membutuhkannya, dia menolak. Dia
dibesarkan di jalanan, dan dia bisa mengurus dirinya sendiri. Ada juga hal-hal
yang dia tidak ingin dilihat orang lain—
Jalan setapak itu
berkelok-kelok, dan ia bisa melihat ubin lapis lazuli dari sebuah istana.
Tempat apa itu—ia bertanya-tanya sejenak, tetapi ketika ia melihat genteng
dengan hiasan burung walet di atapnya, ia tahu. Itu adalah Istana Hien.
Selir-selir yang berada di peringkat berikutnya setelah permaisuri dan
permaisuri semuanya menetap di sana.
Saat ia semakin
dekat, warna kuning yang mengelilingi istana menarik perhatiannya. Itu adalah
mawar banksia. Bunga-bunga itu merayap di sekitar teralis dengan cantiknya.
Apakah ini sudah musimnya, pikir Jusetsu, terpesona oleh bunga-bunga kuning
kecil itu.
Saat itu, dia
mendengar suara orang berbicara dari dekatnya. Ini adalah bagian belakang
Istana Hien. Suara-suara itu berasal dari pintu masuk belakang untuk para
wanita istana dan pelayan dari sebuah bangunan yang sudah tua bahkan di antara
beberapa bangunan di sana.
"Ini, aku
serahkan ini padamu. Siapkan besok."
"Besok tidak
mungkin!"
"Ini hanya
sedikit memperbaiki. Kau bisa melakukannya dalam satu menit, aku yakin."
"Aku tidak
bisa memendekkan keliman dalam satu menit. Aku juga punya pekerjaanku sendiri—"
Jusetsu diam-diam
mengintip mereka dari balik bunga mawar banksia. Dia bisa melihat dua wanita
istana saling berhadapan dalam bayangan bangunan lembab dengan drainase yang
buruk. Salah satu dari mereka adalah seorang wanita istana mungil yang
mengenakan gaun kuning pucat, dan yang lainnya mengenakan gaun biru. Gaun
kuning pucat adalah seragam Biro Dapur Istana (yang bertanggung jawab atas
makanan kaisar), dan gaun biru adalah seragam Biro Administrasi Istana. Wanita
istana bergaun biru berusaha mendorong beberapa pakaian ke gadis bergaun kuning
pucat, namun gadis itu enggan. Wanita istana bergaun biru itu tampaknya
mendesaknya untuk memperbaiki pakaiannya.
"Tidak
bisakah kamu melakukannya setelah kamu menyelesaikan pekerjaanmu?"
"Itu..."
Gadis bergaun
kuning pucat itu, yang tidak punya jalan keluar, tampak seperti akan menangis.
Jika dia tidak
ingin melakukannya, dia harus menolaknya dan segera pergi dari sana. Jusetsu
berpikir saat dia melihat kejadian itu berlangsung.
"Bukankah ini
sudah biasa? Jangan menggerutu tentang hal itu sekarang. Jika kamu mengatakan
kamu tidak akan melakukannya, aku akan memberitahu Ayah, dan kemudian toko
keluargamu akan hancur."
"Tidak bisa!"
Hmm. Jusetsu
berjongkok di dekat akar mawar banksia. Karena akan merepotkan untuk terlibat,
dia memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat mereka dan melewatinya.
Jusetsu berdiri
dan melangkah keluar dari tempat teduh.
"Engkau bukanlah
seorang anak kecil. Engkau bisa melakukan perbaikanmu sendiri."
Kedua dayang
istana itu berbalik dengan terkejut.
[TL: dayang itu gadis pelayan di istana]
"Siapa
kau?"
Gadis bergaun biru
bertanya, bingung.
"Seperti yang
engkau lihat, aku adalah seorang dayang istana," Jusetsu menyodorkan dadanya.
"Gadis di
sebelahmu itu tidak tampak seolah-olah dia ingin melakukan apa yang engkau
minta. Tidak bisakah kau melakukan pekerjaanmu sendiri?"
Gadis bergaun biru
itu menatap Jusetsu dengan penuh curiga.
"Bukankah
membuang-buang waktu untuk melakukan sesuatu sendiri ketika kamu bisa meminta
orang lain melakukannya untukmu? Kamu tidak punya hak untuk mengritikku."
Meskipun dia
mengatakan itu, dia secara mengejutkan menarik diri dengan mudah.
"Terserah.
Aku akan memaafkanmu untuk hari ini."
Jusetsu sedikit
kecewa dengan antiklimaks ini. Gadis bergaun biru mengabaikan gadis bergaun
kuning seperti dia sudah kehilangan minat dan pergi.
Gadis bergaun
kuning pucat itu menghela napas lega.
"Um...terima
kasih banyak."
Dia berterima
kasih kepada Jusetsu dengan suara seperti seekor burung. Ia seorang gadis yang
cantik. Selir dan dayang istana biasanya dipilih dari putri-putri pejabat
tinggi dan keluarga terhormat, tapi selain itu, ada juga yang dipilih secara
khusus karena penampilan mereka. Gadis ini tampaknya adalah kategori yang
terakhir.
"Dia selalu
seperti itu, memintaku untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Tapi aku
tidak bisa menentangnya ... keluargaku menjalankan toko kue beras, dan ayahnya
adalah seorang pejabat tambahan yang bekerja di perbendaharaan
kekaisaran."
Perbendaharaan
kekaisaran adalah kantor pemerintah yang mengelola pasar. Jika dia adalah seorang
pejabat pembantu di sana, maka tidak ada alasan untuk memikirkan bahwa dia akan
menghancurkan satu atau dua toko lontong hanya karena beberapa alasan kecil.
"Gadis itu nampaknya adalah seorang wanita istana dari Biro Administrasi Istana. Apakah
dia datang jauh-jauh kemari hanya untuk mendorong permintaan yang tidak masuk
akal kepadamu?"
Tidak seperti
dayang di Biro Dapur Istana dan Biro Kebersihan Istana, yang ditugaskan ke
masing-masing istana, Biro Administrasi Istana ditempatkan di Gedung Perpustakaan
istana bagian dalam. Itu tidak terlalu dekat dengan Istana Hien.
"Dia
mengambil kesempatan ketika dia melihatku. Rupanya, dia bertukar surat dengan
seorang kasim di sini."
"Oh."
Ada di antara
wanita istana yang menjadi akrab dengan kasim. Tapi jika itu yang terjadi, maka
dia harus memberikan suratnya dan pergi, pikir Jusetsu. Apakah gadis itu tipe
orang yang tidak puas kecuali dia melakukan sesuatu yang buruk?
Gadis bergaun
kuning pucat itu menatap Lekat ke wajah Jusetsu.
"Katakanlah,
istana mana yang kamu layani? Kita belum pernah bertemu, kan? Sepertinya kamu
adalah seorang dayang istana dari Biro Kebersihan Istana."
Ada banyak sekali
wanita istana, jadi tidak aneh melihat wajah yang tidak dikenal. Jusetsu
berpikir untuk menyebutkan nama istana yang cocok, tapi akan canggung jika dia
memiliki kenalan di sana. Oleh karena itu, dia menjawab dengan
"Istana
Yamei."
"Eh,
Permaisuri Raven!? Kudengar mereka tidak memiliki dayang istana di sana."
"Kenapa tidak?"
Memang benar tidak
ada, tapi itu normal untuk memilikinya, jadi gadis lain itu tampaknya yakin
dengan "Itu benar..."
"Seperti apa
Permaisuri Raven itu? Apakah benar dia seorang gadis muda?"
"Ia berumur
enam belas tahun."
"Wow!"
Dia masih sangat muda,
gadis yang lain terkejut.
"Benarkah dia
memiliki kekuatan misterius? Bisakah dia menebak cuaca? Bagaimana dengan
mengetahui seseorang yang akan mati?"
Dia tampak seperti
seorang gadis yang lemah lembut, tetapi secara mengejutkan dia sangat cerewet.
Dia seperti burung skylark dengan kicauan bernada tinggi. Ketika Jusetsu tetap
diam, gadis itu menekan tangannya ke mulutnya dengan terkesiap.
"Oh, apakah
kamu tidak diizinkan untuk berbicara tentang dia?" Dia berkata dengan
kaku.
Karena akan sangat
sulit untuk menjelaskannya, Jusetsu mengangguk. Gadis yang lain mengangguk
berkali-kali dan mengganti topik pembicaraan.
"Tapi sayang
sekali kalau kamu adalah seorang dayang istana. Kamu sangat cantik. Siapa
namamu? Aku Jiujiu."
Itu adalah nama
yang umum di antara orang-orang.
"Jusetsu."
"Jusetsu, gaya
bicaramu sedikit aneh. Bahkan para permaisuri sekarang ini tidak berbicara
dengan cara yang kaku dan kuno seperti itu."
"....Benarkah
begitu?"
Jusetsu berada di
bawah kesan bahwa begitulah cara kelas atas berbicara. Permaisuri Raven
sebelumnya yang mengajari Jusetsu, yang dibesarkan di jalanan yang kasar, untuk
berbicara dengan cara ini. Dia berasal dari keluarga terpandang, tapi dia sudah
tua, jadi Jusetsu tidak mengetahui bahwa cara bicaranya sudah kuno.
Mungkin menyadari
bahwa Jusetsu heran, Jiujiu buru-buru berbicara.
"Tapi,
kupikir itu cocok untukmu. Mm-hmm. Sebuah keindahan dunia lain. Apakah kamu
seorang wanita muda dari keluarga kaya?"
Jusetsu diam-diam
menggelengkan kepalanya.
"Benarkah?
Kalau begitu, kamu dipilih karena kecantikanmu, aku mengerti. Aku yakin kamu yang
paling cantik dari semua wanita di istana.”
itu sebabnya itu
benar-benar sia-sia
Jiujiu berkata
lagi.
"Benarkah?
Kalau begitu, kamu dipilih karena kecantikanmu, begitu. Aku yakin kamu yang
tercantik di antara semua wanita istana."
Itu sebabnya itu
benar-benar sia-sia, kata Jiujiu lagi.
"Ada selir
yang belum pernah dikunjungi oleh kaisar, jadi tidak mungkin seorang dayang
istana dijadikan gundik kaisar." Jiujiu tersenyum, seperti dia sudah
menyerah. Apakah kau seorang selir atau dayang istana, setelah engkau memasuki
istana batin, kau harus menghabiskan sisa hidupmu di sana. Bahkan jika engkau
berpikir ada kesempatan untuk memenangkan hati kaisar, itu adalah cerita yang
berbeda bagi seorang dayang istana.
"Aku lebih
suka menghindari dijadikan gundik kaisar."
Ketika alisnya
berkerut saat dia mengingat wajah Koushun yang cerdas dan tanpa ekspresi,
Jiujiu berkedip kaget.
"Jusetsu,
kamu bertingkah aneh."
Ketika dia
mengatakan itu, seseorang berseru dari pintu belakang istana.
"Jiujiu!
Apakah kamu ada di sana? kenapa kamu bermalas-malasan?"
"Aku akan
segera ke sana!" Jiujiu buru-buru menjawab. "Baiklah kalau begitu,
sampai jumpa nanti. Aku benar-benar berterima kasih atas apa yang kamu lakukan
untukku tadi."
Jusetsu mengikuti
Jiujiu saat dia hendak menuju pintu.
"Eh? Ada
apa?"
"Aku akan
membantumu dengan pekerjaanmu."
"Apa? Tapi
bagaimana dengan pekerjaanmu sendiri?"
"Aku sedang
tidak sibuk saat ini."
Dia tidak
mengatakan itu dari kebaikan hatinya. Dia berpikir bahwa dia bisa mengumpulkan
informasi sambil membantu.
"Kurasa
tempat Permaisuri Raven berbeda dari istana biasa," Jiujiu tampak curiga,
tapi dia meyakinkan dirinya sendiri.
Mereka melangkah
ke dapur yang luas. Ada beberapa kompor besar di samping dinding, dan ada
seorang pelayan wanita yang sedang membuat api di dalamnya. Di dinding di
belakang tungku, ada jimat dewa perapian dan gulungan gantung dengan bait-bait
penangkal kejahatan yang ditempelkan di atasnya. Itu sama untuk Istana Yamei,
tetapi tampaknya dapur para selir tidak memiliki kebiasaan yang sangat berbeda
dari dapur rakyat biasa.
Di dinding
seberang, terdapat pot-pot gerabah besar yang berjejer di dinding. Di sebuah
meja besar di tengah, para dayang Biro Dapur Istana sedang menggiling biji
wijen dengan ulekan dan mengayak kacang dengan saringan.
"Apakah
sarapan belum siap di sini?" Jusetsu bertanya.
"Tentu saja
belum. Kami sedang melakukan persiapan makan malam," kata Jiujiu.
Jusetsu terkejut.
Begitu awal? Untuk Istana Yamei, di mana hanya ada Jusetsu dan pelayan wanita,
itu tidak terbayangkan. "Hei, itu akan menjadi masalah
bagi kami jika kamu membawa seorang dayang istana dari tempat lain."
Mereka ditanyai
oleh dayang istana yang lain, tetapi Jiujiu berkata, "Dia temanku. Dia
bilang dia akan membantuku," menarik tangan Jusetsu dan membawanya ke sebuah
sudut. Ada mortir di sana. Semacam akar tanaman ada di dalamnya.
"Oke, bisakah
kamu menumbuknya?" Jiujiu memberikan Jusetsu sebuah ulekan.
"Mengapa kita
menumbuknya?"
"Kita rendam
benda-benda yang sudah dihancurkan di dalam air, mengeringkannya, dan kemudian
menggilingnya. Ini adalah tepung kanji."
Begitu. Jusetsu
mulai menumbuk akar pakis. Jiujiu juga melakukan hal yang sama dengan lesung
dan ulekan di sebelahnya. Suara yang memuaskan bergema secara monoton.
"Apakah
engkau memasuki istana batin selama masa pemerintahan kaisar saat ini?"
"Ya, aku mulai
di sini setahun yang lalu."
"Berarti, engkau tidak memiliki pemahaman tentang istana batin dari kaisar sebelumnya dan
kaisar sebelum kaisar yang terakhir?"
"Aku tidak
tahu tentang mereka secara langsung, tetapi untuk kaisar sebelumnya, aku telah
mendengar banyak cerita dari para dayang istana yang telah lama melayani.
Namun, aku belum pernah mendengar apa pun tentang kaisar sebelum kaisar yang
terakhir."
Dia hampir
menghentikan tangannya, dan suaranya menjadi terganggu.
"Apa maksudmu
dengan 'banyak cerita'?"
"Istana ini
adalah istana batin, jadi banyak hal yang terjadi di sini. Terutama selama masa
kaisar sebelumnya, kau lihat, permaisuri ..."
Jiujiu melihat
sekeliling sedikit, dan kemudian merendahkan suaranya.
"Permaisuri?"
"Janda permaisuri
saat ini. Dia dikurung."
"Dikurung?"
Dia meninggikan
suaranya, dan Jiujiu menyuruhnya diam.
"Kita akan
dimarahi jika kita membicarakannya secara terbuka. —Jusetsu, kamu tidak tahu?
Tentang janda permaisuri."
"Aku tidak
tahu," jawabnya, dan ekspresi heran muncul di wajah Jiujiu.
"Lalu,
bagaimana dengan fakta bahwa kaisar saat ini dulunya adalah pangeran yang
dilengserkan?"
Jusetsu
menggelengkan kepalanya. Mata besar Jiujiu berkedip semakin cepat. Wajahnya
mengingatkan Jusetsu pada burung skylark yang bertengger di kisi-kisi jendela
di istananya. Gadis ini benar-benar seperti burung skylark.
"Kaisar telah
melalui banyak kesulitan. Ini hanya rumor, tetapi mereka mengatakan bahwa janda
permaisuri membunuh ibu kandung kaisar. Dan kemudian, dia digulingkan saat dia
menjadi putra mahkota."
Rupanya, Koushun
didorong ke sudut istana kekaisaran, sebenarnya dipenjara.
"Tapi, kaisar
tidak pernah menyerah dan membangun kekuatan, dan kemudian dia memberontak. Dia
memenangkan Tentara Terlarang sebagai sekutunya, dan kemudian mengalahkan para
birokrat dan kasim yang mendukung janda permaisuri ..."
Jiujiu berbicara
seperti dia telah melihat semuanya terjadi. Rupanya, itu adalah pembicaraan di
kota. Jusetsu tidak tahu. Dia hanya tahu bahwa ada semacam masalah mengenai
suksesi. Permaisuri Raven sebelumnya tidak mengatakan lebih jauh dari itu.
"Ibu kandung
kaisar bernama Sha-shi, dan mereka bilang dia sangat cantik. Kudengar itu
sebabnya kaisar juga berparas menawan. Aku ingin menatapnya sekali saja."
Pipinya memerah.
Jiujiu sepertinya sedang mengkhayalkan sesuatu, dan Jusetsu berusaha menahan
keinginan untuk mengatakan, "Dia adalah pria yang tidak menarik."
"Ibu
kandungnya adalah permaisuri keempat yang tinggal di Istana Hakkaku. Dia
memiliki kedudukan yang rendah di antara para permaisuri."
Ada perbedaan
kedudukan di antara para permaisuri. Istana Hakkaku bukanlah istana yang sangat
besar. Permaisuri yang diberikan istana itu disebut Permaisuri Bangau, tetapi
dia berada di urutan keempat di antara para permaisuri. Meskipun melahirkan
putra mahkota, kenyataan bahwa dia berada pada posisi itu entah karena dia
lahir rendah atau karena dia tidak memiliki dukungan.
"Jadi, apa
maksudmu bahwa banyak hal yang terjadi di istana dalam kaisar sebelumnya?"
Jusetsu kembali ke topik pembicaraan.
"Kau lihat,
permaisuri janda membunuh ibu kaisar, membuat permaisuri yang hamil melakukan
aborsi, memotong lidah wanita istana yang tidak disukainya... ada seorang
permaisuri yang dieksekusi karena berselingkuh, dan seorang permaisuri yang
diracuni oleh permaisuri lain, dan kemudian permaisuri yang meracuni dirinya menggantung
dirinya sendiri..."
"Tunggu."
"Apa
itu?" Jiujiu bingung ketika Jusetsu menghentikannya.
"Ada seorang
permaisuri yang menggantung dirinya sendiri?"
"Ceritanya
seperti itu. Dia menggantungkan selendangnya di atas balok di kamarnya..."
Saat dia
berbicara, Jiujiu mengerutkan wajah imutnya dengan ketakutan.
"Namanya?
Siapa nama permaisuri itu?"
"Hah?
Yah...apa itu, aku tidak ingat."
"Akankah
wanita istana yang mengatakan cerita itu padamu tahu?"
"Ya, aku pikir
begitu, tapi-ah, tunggu!"
Jusetsu meletakkan
ulekannya, meraih tangan Jiujiu, dan menuju ke arah pintu.
"Bawalah aku
ke orang itu."
"Kita tidak
bisa, masih ada pekerjaan—"
"Kita akan
melakukannya nanti."
Dia menyeret
Jiujiu keluar dari dapur. Jiujiu mengikutinya seolah-olah dia telah menyerah
untuk melawan. Dia mengatakan bahwa dayang istana itu berasal dari Biro
Pencucian Istana, jadi dia kemungkinan besar berada di tempat pencucian, jadi
Jusetsu menyuruhnya menuntunnya ke sana.
Ketika mereka
berkeliling ke bagian belakang bangunan tempat tinggal para dayang istana,
mereka tiba di sebuah tempat penjemuran cucian di mana ada banyak kain dan
benang yang digantung untuk dikeringkan. Di samping sebuah sumur, para dayang
istana sedang mencuci kain di wastafel. Jiujiu memanggil salah satu dari
mereka.
"Gugu!"
Itu adalah sebuah
penghormatan untuk seorang dayang istana yang lebih tua. Seorang wanita yang
terlihat sekitar empat puluh tahun berbalik. Meskipun keriput nampak terlihat
jelas di kulitnya yang kecokelatan, dia memiliki fitur yang cantik, seperti
yang mungkin diharapkan dari seseorang yang terpilih sebagai seorang wanita
istana.
"Ada
apa?"
"Gadis ini
ingin mendengar sebuah cerita. Cerita tentang permaisuri yang meninggal karena
gantung diri."
Wanita itu menatap
Jusetsu dengan ragu-ragu.
"Sekarang?
Aku tidak keberatan, tapi aku sibuk, jadi tolong bantu aku disini."
Wanita itu
mengarahkan mereka untuk mencuci beberapa helai kain yang dimasukkan ke dalam
air. Jusetsu dengan patuh melakukan apa yang dia perintahkan. Jiujiu, yang
terseret ke dalamnya, juga ikut membantu.
"Siapa
namamu? Jusetsu? Hmm. Aku Ashuu." Ashuu menggosok kain di dalam air saat
dia mencucinya. "Para wanita istana baru tampaknya ingin sekali mendengar
cerita-cerita semacam ini. Cerita-cerita menakutkan tentang istana dalam, atau
cerita tentang skandal hubungan cinta."
Dia tampak kurang
bersahabat dan terlihat kesal pada awalnya, tapi tampaknya bukan itu
masalahnya.
"Tidak ada
hiburan lain di sini, bagaimanapun juga. —Permaisuri yang menggantung dirinya
bernama Han-shi. Dia adalah seorang Nona, seorang Nona Peri Malam. Aku lupa
kedudukan yang mana yang dia sandang."
Nona Peri Malam
adalah gelar peringkat rendah bahkan di antara para selir. Itu memiliki jumlah
orang yang tetap.
"Nona Han
merupakan seorang wanita cantik dengan aura yang sedikit rapuh pada dirinya.
Dia bukanlah seseorang yang menonjol. Dia tinggal di istana permaisuri
ketiga."
Hanya selir yang
berpangkat tinggi yang diberikan istana sendiri, dan yang berpangkat rendah
meminjam kamar di salah satu istana. Permaisuri ketiga adalah Permaisuri
Magpie, yang diberi Istana Jakusou. Kebetulan, orang yang memegang peringkat
pertama adalah ratu.
"Permaisuri
Magpie ia masih muda dan cantik, dan ia adalah putri dari seorang kepala
bawahan—aku tidak tahu siapa nama ayahnya. Permaisuri Magpie meninggal karena
racun dalam kaldunya. Dia sedang hamil pada saat itu, jadi Biro Ketertiban
Istana menyelidiki secara menyeluruh. Dan kemudian, mereka menemukan euphorbia
di dalam peti di kamar Nona Han."
Euphorbia adalah
tanaman beracun. Akarnya sangat mematikan.
"Pada hari
ditemukannya tanaman itu, Nona Han menggantung dirinya sendiri. Dia menggantung
dirinya dengan selendangnya pada balok di kamarnya." Mengatakan hal itu,
Ashuu menurunkan suaranya dan berbisik.
"Setelah itu,
untuk sementara waktu, ada rumor yang beredar bahwa hantu Nona Han telah
muncul. Dia berjalan dengan rambut panjangnya yang tergerai di wajahnya, roknya
tertinggal di belakangnya saat dia menangis...."
"Tidak, berhenti!"
Jiujiu berseru ketakutan.
"Gugu, kamu
mencoba menakut-nakuti kami dengan itu. Kamu pasti mengarang bagian terakhir
itu."
"Ah, tapi itu
karena ada gadis-gadis yang mengatakan mereka benar-benar melihatnya."
"Apakah Nona
Han" Jusetsu menyela. "—memakai anting-anting?"
"Anting-anting?"
"Anting-anting
giok."
Ashuu memiringkan
kepalanya. "Hmm, aku tidak tahu. Aku hanya melihat Nona Han sekali atau
dua kali. Aku belum pernah berbicara langsung dengannya."
"...Jadi,
engkau menjadikan orang-orang yang belum pernah berbicara denganmu sebagai
bahan gosip demi hiburan?"
"Apa?"
"Bukan
apa-apa. —Apa yang menimpa pelayan Nona Han? Dayangnya? Apakah mereka masih di
istana dalam?"
Ashuu tampak
sedikit terkejut dengan cara Jusetsu berbicara, tapi menjawab, "Aku pikir
mereka mungkin masih di sini...tapi aku tidak tahu di mana mereka ditugaskan
sekarang. Ini adalah tempat yang besar."
Jusetsu merasa
kecewa. Dia berpikir bahwa pelayan atau dayang Nona Han akan tahu apakah dia
memakai anting-anting giok atau tidak. Tidak ada faktor penentu apakah hantu
itu Nona Han atau bukan.
"Adakah orang
lain yang meninggal karena digantung atau dicekik sampai mati?"
"Aku tak
tahu, tapi aku pikir ada. Ibu kandung kaisar, Permaisuri Sha, meninggal karena
racun. Ada juga seorang permaisuri yang dieksekusi dengan cara dipenggal
kepalanya. Tapi metode yang paling umum adalah racun. Bahkan dengan pencicip
makanan, itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu cegah dengan mudah."
Jusetsu merenung.
"...Apakah
Nona Han benar-benar meracuni Permaisuri Magpie? Kau bilang euphorbia itu
ditemukan di dadanya, tapi mungkin saja orang lain yang menanamnya di
sana."
Ashuu tersenyum
kecut.
"Yah,
mungkin. Hal ini belum pasti apakah permaisuri yang menenggelamkan dirinya
sendiri benar-benar melompat ke dalam kolam atas kemaunya sendiri, dan tidak
diketahui apakah permaisuri yang berselingkuh itu benar-benar berselingkuh.
Jika ada bukti yang masuk akal, maka itulah akhirnya."
Jusetsu
mengalihkan pandangannya ke wastafel. Airnya dingin. Rasanya membuat dirinya
kedinginan sampai ke hatinya.
"—Bagaimana
keadaan istana batin kaisar sebelum yang terakhir?"
Jusetsu
menenangkan dirinya dan melanjutkan pertanyaannya.
"Aku belum
mendengar banyak cerita dari masa Kaisar Api." Kaisar Api adalah gelar
anumerta dari kaisar sebelumnya. "Aku tidak memasuki istana dalam selama
waktu itu, tetapi Kaisar Api semakin tua dan sudah memiliki ahli waris, jadi
tidak banyak selir di sini sejak awal, dan memerintah itu sulit, jadi dia tidak
punya waktu untuk istana batin." [TL:
Anumerta adalah tindakan atau kegiatan yang terkait dengan seseorang yang
dilakukan setelah yang bersangkutan meninggal dunia.]
Kaisar Api naik
takhta dengan turun tahta dari kaisar dinasti sebelumnya. Itu diserahkan
kepadanya, tetapi itu dengan latar belakang kekuatan politik dan kekuatan
militer dan setengah diekstraksi, jadi butuh beberapa waktu untuk membersihkan
kekuatan oposisi.
"Ya ...
namun, aku telah mendengar cerita ini. Mereka mengatakan bahwa ketika Kaisar
Api mengunjungi istana permaisuri di malam hari, dia menghabiskan sepanjang
malam dengan lentera dan lilin yang semuanya menyala. Alasan untuk itu adalah bahwa
pada malam hari, hantu-hantu muncul di depannya. Hantu-hantu keluarga kekaisaran
dari dinasti sebelumnya."
Ashuu berbisik
dengan suara rendah, wajahnya diwarnai dengan keseriusan.
"Hantu kaisar
memuntahkan kutukan sementara darah tumpah dari mulutnya, dan permaisuri,
pangeran, dan bahkan putri muda berdiri berjajar di depan tempat tidurnya.
Rambut perak mereka yang indah semuanya acak-acakan—"
Di negara ini di
mana warna rambut pada umumnya hitam, anggota keluarga kekaisaran dari dinasti
sebelumnya semua anehnya memiliki rambut perak.
"Rupanya,
sampai Kaisar Api meninggal, dia terus diganggu oleh hantu-hantu itu. ...Dia membunuh
terlalu banyak orang."
Kata-kata
terakhirnya begitu pelan sehingga sulit untuk dipahami, tapi ada sedikit kritik
di dalamnya.
Setelah Kaisar Api
naik tahta, dia membunuh kaisar dari dinasti sebelumnya yang menyerahkan tahta
kepadanya. Dia tidak berhenti di situ dan memerintahkan pembantaian seluruh
keluarga kekaisaran. Dia bahkan tidak mengampuni wanita dan anak-anak.
Hal itu dibenarkan
dengan alasan bahwa ia harus menyerang sampai ke akar masalah, tetapi sebelum
datang ke istana batin, Jusetsu telah mendengar bisik-bisik di jalanan bahwa
kaisar telah melangkah terlalu jauh.
"Tidak, aku
tak akan bisa tidur di malam hari setelah mendengar cerita itu!"
Jiujiu terdengar
seperti hendak menangis. Ashuu menyeringai dan menakut-nakutinya. "Mereka
mungkin masih menghantui istana dalam ini, jadi mereka mungkin akan datang ke
tempat tidurmu."
Jusetsu langsung
berdiri dan menyeka tangannya yang basah di roknya.
—Aku tidak suka
menertawakan orang mati.
"Engkau
sangat membantu. Maafkan diriku karena telah mengganggu pekerjaanmu."
Dia berbalik dan
meninggalkan tempat mencuci. Jiujiu buru-buru mengikutinya.
"Jusetsu,
apakah kamu baik-baik saja? Kamu kelihatannya tidak sehat."
"Ah..."
Jusetsu mengusap
pipinya.
"Kamu juga
tidak suka cerita-cerita menakutkan? Akan menakutkan jika ada yang muncul,
karena kita tidak bisa melarikan diri dari sini."
"Aku tidak
takut hantu. Mereka adalah makhluk yang menyedihkan."
"Eh, benarkah?
Aku tidak menyukai mereka."
Jiujiu tampaknya
menjadi orang yang penakut, karena dia berpegangan pada Jusetsu. Setelah itu,
Jusetsu dan Jiujiu kembali ke dapur Istana Hien dan melanjutkan menumbuk
akar-akar.
Pada saat mereka
menghancurkan akar-akar itu dan merendamnya dalam air, hari sudah lewat tengah
hari. Ini adalah pertama kalinya dia menumbuk sesuatu dengan ulekan, dan
telapak tangannya telah memerah, tetapi itu adalah pekerjaan yang mudah
dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dia lakukan sebelum dia memasuki
istana batin.
Ketika dia
meninggalkan dapur, Jiujiu mengejarnya.
"Ini,
ambillah ini," katanya dan mengulurkan sebuah yomogi mochi di atas daun
talas.
"Hadiah karena
telah membantuku."
"....Terima
kasih."
Rupanya, itu adalah
makanan manis yang digunakan untuk mencicipi, sebuah hak istimewa yang hanya
diperuntukkan bagi para dayang istana dari Biro Dapur Istana. Dia duduk di atas
panci di sampingnya dan memasukkan mochi berwarna rumput ke dalam mulutnya.
Aroma yomogi memenuhi udara. Rasanya sangat lezat. Jiujiu juga mengisi mulutnya
dengan mochi miliknya dan menyipitkan matanya saat dia menikmatinya.
"Apakah tidak
apa-apa bagimu untuk berada jauh dari posmu selama ini?" Jiujiu bertanya,
khawatir tentang Jusetsu yang menghabiskan sepanjang pagi di istana lain.
"Itu bukan
masalah."
"Istana Yamei
terdengar begitu lunak. Itu bagus, aku berharap aku bisa bekerja di sana.
Tetapi tempat ini juga tidak seketat itu."
Lagipula, kita
bisa menyelinap makanan ringan seperti ini, katanya dan melemparkan mochi lain
ke dalam mulutnya.
"Oh, tapi
Istana Yamei pasti menakutkan, kan? Aku dengar ada monster di sana."
"....Ada
burung aneh, tetapi tidak menakutkan."
"Tentang apa
itu?"
Setelah
menyelesaikan mochi-nya, Jiujiu tiba-tiba menatap wajah Jusetsu dan mengulurkan
tangannya.
"Oh, Jusetsu,
apakah kamu tipe orang yang memiliki rambut putih di usia muda? Ada yang
putih—"
Jusetsu dengan
cepat berdiri dan melangkah menjauh dari Jiujiu. Dia menekan telapak tangannya
ke atas rambutnya.
"Maaf, apakah
kamu khawatir? Ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Itu mungkin rambut
putih atau pantulan cahaya cahaya."
"Tidak..."
Dengan tangannya masih di rambutnya, Jusetsu melangkah mundur. " Aku akan
kembali sekarang. Engkau benar-benar sangat membantu."
Setelah mengatakan
itu, Jusetsu berbalik ke arah jalan setapak dan berlari pergi. Jiujiu
melihatnya pergi, dengan mulut terbuka.
|| Daftar Bab || Selanjutnya