Chapter 10
* * *
Selama tiga hari berikutnya semenjak perlengkapan seni itu tiba, Violet masih saja tidur. Namun, sekarang, dia akhirnya berdiri di depan kanvas untuk pertama kalinya.
Mary bingung ketika melihat Violet memasang kuda-kuda dan mulai melukis di atas kanvas.
Violet bersikeras bahwa, ketika melukis, ia ingin melakukan semuanya sendiri.
Violet tiba-tiba berubah, berkat hal ini Mary hanya diharuskan melakukan setengah dari pekerjaannya tapi dibayar penuh, dan dengan senang hati ia menyerah untuk mengerjakan lebih banyak pekerjaan sambil tetap berada di sisi Nona.
Karena bahan dan peralatannya mahal, catnya diaplikasikan dengan mulus pada kanvas.
Namun, hanya itu saja.
Meskipun dia adalah seorang pelukis di kehidupan sebelumnya, sekarang dia adalah Violet di kehidupan barunya, dan keahliannya tersebut tidak terbawa ke dalam tubuh ini. Violet telah belajar sedikit selama kelas budaya, namun itu hanya pelajaran singkat.
Tanpa sketsa, Violet menggunakan kuas untuk mengoleskan gesso di atas kanvas, namun ia tiba-tiba tertawa. Mary tidak mengatakan apa-apa dan hanya memperhatikan.
Ssst, ssttt.
Saat kuas yang lebar dan besar itu bergerak dengan mulus di atas kanvas, cat yang ada di kuas kemudian menyebar pada permukaan tersebut.
Di mata Mary, alih-alih sedang melukis, Violet malah asyik mengayunkan kuas.
Cat berceceran di sekelilingnya. Tapi Violet cuek saja.
Dua warna yang berbeda dicampur dan diratakan di atas kanvas. Karena tangannya yang kikuk, warna-warna ini tidak menyatu dengan baik.
Meski demikian, tangan Violet tidak berhenti.
Biru. Ungu. Merah. Hijau. Semua warna ini memenuhi kanvas.
Daripada melukis sebuah gambar, lebih tepat jika dikatakan kalau dia sedang mengekspresikan emosinya.
Bukankah orang-orang sering beranggapan bahwa melukis bisa dianggap sebagai terapi? Apa yang dipikirkan orang saat mereka melukis? Jika emosi dapat mengambil bentuk fisik, apakah akan tampak seperti apa yang dilukis di atas kanva ini?
Violet terus berpikir sambil mengacungkan kuasnya.
Saat kemarahannya yang terpendam muncul, ia mewujudkannya dalam bentuk warna, dan warna itu dilumuri, ternoda, tercoreng oleh berbagai warna lain.
Violet terus tertawa.
Dan seakan menggambarkan kondisi pikirannya saat ini, warna-warna melankolis menutupi seluruh kanvas.
Oh, betapa puasnya bisa mengekspresikan semua emosi yang terpendam ini!
Setelah ia melukis selama satu jam, hasil akhir dari semua itu sungguh aneh.
Mary mengagumi karya seni yang aneh itu.
"Wow..."
Itu tidak lain adalah kanvas yang penuh dengan warna, dengan bekas sapuan kuas yang masih tersisa—tidak ada yang lain kecuali nuansa biru tua yang suram dan menyedihkan, yang membangkitkan kemarahan yang terpendam. Namun...
Apakah itu karena kesungguhan Violet dalam melukis? Karya yang berdiri di hadapan mereka sekarang, seakan mengungkapkan perasaan sang pelukis.
"Astaga, sungguh berantakan sekali."
"B-Bagaimana Anda melakukannya, Nona?"
"Hah? Aku hanya sekedar membuatnya?"
"Wow, wooow!"
Saat reaksi Mary yang polos membuat Violet merasa agak malu, dia mundur selangkah. Banyak bercak cat yang tertinggal di lengan dan pakaiannya. Sekilas Violet berpikir bahwa dia senang pakaiannya murah.
Dia harus meminta baju ganti dan beberapa baju hangat. Bukan, mungkin sebaiknya ia meminta pakaian kerja, sama seperti yang dikenakan para pegawainya.
Memikirkan hal ini dan itu, Violet berbaring.
"Aku cukup lapar. Haruskah kita pergi dan makan?"
" N-Nona...!"
"Apa?"
"Anda harus membersihkan diri terlebih dahulu!"
"Ah..."
Memang berkurang dibanding sebelumnya, tapi Mary masih takut pada Violet. Dia tetap melanjutkan untuk mengatakan semua yang harus dia katakan.
Dengan cemberut di wajahnya, Violet menatap cat di lengannya. Dia berpikir bahwa dia hanya perlu mencuci tangannya.
Mary bergegas bangkit, lalu keluar untuk menyiapkan kamar mandi. Violet tidak punya pilihan lain selain mengikuti pelayan itu. Tidak ada petugas mandi di sini, jadi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya?
Sewaktu Violet sedang mandi, dia melarang Mary untuk membersihkan studio. Kemudian, pada saat ia selesai mandi, matahari sudah mulai terbenam di cakrawala sedikit demi sedikit.
Ketika wanita bangsawan itu menyatakan keinginannya untuk makan—untuk pertama kalinya, atas kemauannya sendiri—orang-orang di dapur menjadi panik.
Mereka khawatir bahwa ia akan, mencari-cari kesalahan dalam pekerjaan para pegawai.
Namun, yang Violet lakukan hanyalah makan dengan tenang dan anggun. Dan setelah itu, dia kembali ke kamarnya.
Kini, Mary berpikir bahwa wanita itu berbeda dengan rumor yang beredar tentang dirinya.
Jadi, hari ini sekali lagi, Mary berusaha untuk tidak gaji buta—dia mengikuti Violet dengan tergesa-gesa.
Sementara itu, Violet berpikir bahwa dia perlu memulihkan keahliannya. Tangannya terlalu kaku, dan dia bahkan tidak bisa melukis dengan baik. Menghadapi hal ini, ia mendecakkan lidahnya.
Secara teknis, tidak tepat jika dikatakan bahwa dia 'memulihkan' keahliannya karena ini adalah kehidupan yang berbeda.
Berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk mengejar setidaknya keterampilan yang dia miliki di kehidupan sebelumnya?
Violet mengambil buku sketsa dan pensil, lalu menuju ke kamarnya.
Tanpa bisa melayani majikannya, Mary tampak sangat mirip dengan seorang gaji buta. Karenanya, Mary terlihat seperti akan menangis sendirian.