Koukyuu no Karasu Vol 1 Chapter 1 Anting Giok (Part 4) Bahasa Indonesia

 

Volume 1 Chapter 1 - Anting Giok (Part 4)

“A-Apakah kita benar-benar akan pergi ke sana, Niangniang?" Jiujiu berkata sambil mengikuti Jusetsu, di ambang tangis.

“Aku sudah mengatakannya sejak awal. Dan jangan memanggilku 'Niangniang' sekarang ini aku dayang istana, jadi berbicaralah dengan normal”

“Tapi…” Jiujiu menurunkan alisnya nampak bermasalah.

Dia tampaknya bingung bagaimana cara mengatur jarak dari Jusetsu, Kedua gadis itu sedang menuju ke barat daya istana batin

Saat mereka menyeberangi jembatan berwarna merah terang di atas sungai kecil, Jiujiu tiba-tiba menundukkan wajahnya dan bersembunyi di belakang Jusetsu. Saat Jusetsu bertanya-tanya apa yang terjadi, dia melihat seorang dayang di sisi lain dari pohon yang ditanam di dekat sungai kecil. Itu adalah dayang istana Biro Administrasi yang dengan angkuh memerintahkan Jiujiu untuk memperbaiki pakainnya. Dia sepertinya berbegas menuju Istana Hien.

Dia tidak memperhatikan mereka

“——Dia telah pergi.” Jusetsu memberitahunya. Jiujiu dengan gugup mengangkat wajahnya. Setelah memeriksa ke seberang sungai, dia mengehela nafas.

"Apakah itu dayang yang bertukar surat dengan kasim dari Istana Hien? Dia tampaknya cukup bersemangat untuk selalu mengunjunginya. Meskipun dia memiliki pekerjaannya sendiri yang harus dilakukan.”

“Ya, bagaimanapun, dia menyangkalnya. Ia mengatakan bahwa tidak mungkin dia akan terlibat dengan orang seperti kasim, dan bahwa dia hanya melakukannya sebagai bantuan untuk seseorang. Dia juga mengatakan padaku untuk tutup mulut tentang surat-menyurat itu.”

“Sebagai bantuan untuk seseorang?”

"Rupanya, dayang istana lain dari Biro Administrasi Istana memintanya untuk mengantarkan surat-surat atas namanya.. Tapi kemudian, dayang istana itu melakukannya sendiri, bukankah begitu? Kupikir dia menyembunyikan rasa malunya, kurasa."

Oh? Jusetsu memiringkan kepalanya. Tentu saja, sepertinya tidak seperti dayang itu begitu baik hati untuk membantu dalam pertukaran surat..

Mereka mulai berjalan lagi dan menyeberangi jembatan. Mereka melewati beberapa taman, terus berjalan melalui jalan setapak dengan lapisan bata, dan melewati bangunan istana. Suasana di sekeliling mereka segera menjadi sunyi senyap. Tidak ada pemandangan taman yang indah, bangunannya pun sederhana dan polos. Ini merupakan asrama para pelayan.

Rumah Sen'e terletak di pinggiran istana batin. Saluran air besar dan kecil mengalir melalui istana, tetapi tanah di pinggiran istana batin memiliki drainase yang rendah dan buruk. Itulah sebabnya mengapa selalu lembab dan bangunannya dipenuhi jamur dan lumut. 

Karena itu merupakan tempat pembuangan di dalam istana batin, daerah sekitarnya adalah tempat pembuangan kasim dan dayang istana yang berperilaku buruk, selain itu hukum dan ketertiban di sana sangatlah buruk. Saat seseorang mendekat, tempat-tempat dengan dinding yang rusak menjadi semakin terlihat. Genting atap berjatuhan. Jalan setapak tidak lagi berbatu bata, rumput liar tumbuh dari tanah yang belum dibajak, dan bebatuan berserakan di tanah. Ada para kasim, berwajah merah, kemungkinan mabuk alkohol murahan di siang hari, bersandar di dinding dan tidur, dan para kasim mengamati Jusetsu serta Jiujiu seolah-olah sedang mengevaluasi mereka. 

Jiujiu berpegangan pada punggung Jusetsu dalam ketakutan.

"Tidak usah takut," kata Jusetsu padanya. Mereka tidak akan menyerang tanpa pikir panjang, dan itu tidak akan menjadi masalah besar bahkan jika mereka melakukannya. Akan berbeda jika mereka datang pada mereka dengan niat membunuh--

Namun, tampaknya "hal yang berbeda" itu sedang terjadi.

Kedua kasim yang menatap mereka itu terhuyung-huyung ke arah keduanya. Jusetsu menempatkan dirinya untuk berjaga-jaga, dan kemudian sepasang kasim lain muncul dari balik dinding yang runtuh. Mereka semua mengenakan jubah kasim berpangkat rendah, tapi mata mereka tajam. Tepat ketika dia menyadari bahwa mereka bukan kasim nakal yang sederhana, mereka mengeluarkan belati dari dada mereka, dan Jiujiu menjerit serak. Mereka dengan cepat mengepung kedua gadis itu.

"Apa yang kalian inginkan? Kami tidak punya uang."

Mereka tidak menjawabnya dan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, mereka perlahan-lahan menutup jarak. Ini mungkin akan menjadi masalah, Jusetsu tegang.

Jusetsu mendekatkan tangannya ke belakang kepalanya—tetapi dia ingat kalau saat ini dia berpakaian sebagai dayang istana, ia tidak membawa bunganya. Mendecakkan lidahnya, dia menjatuhkan tangannya dan memutar telapak tangannya ke atas.

Panas berkumpul di telapak tangannya. Udara bergejolak, dan ketika seseorang mengira kabut panas telah dihasilkan, kelopak merah muda terang muncul di telapak tangannya. Kelopak-kelopak itu muncul secara berurutan, saling terkait, dan secara bertahap menjadi bunga peony.

Para kasim, ketika melihat ini, menghentikan langkah mereka, terkejut. Mereka saling memandang dengan bingung, mencoba melihat apa yang akan dilakukan yang lain. Kalian harus mundur jika kalian takut, Jusetsu memiliki secercah harapan, tetapi tampaknya itu semua sia-sia. Sambil berteriak, salah satu kasim bergegas maju.

Jusetsu meniup bunga peony tersebut.

Setelah melakukan itu, peony menjadi hembusan angin dan menyerang para kasim. Mereka berteriak pada bilah angin yang tajam. Mengambil kesempatan itu, Jusetsu mengambil tangan Jiujiu dan mencoba menyelinap di antara mereka.

"Kyaaah!"

Namun, seorang kasim meraih kerah Jiujiu.

"Jiujiu!"

Jusetsu mencoba menggunakan seninya lagi pada kasim yang mengangkat belatinya tinggi-tinggi, tapi dia tidak bisa melakukannya tepat waktu. Tepat ketika dia menendang tanah dan hendak menempatkan dirinya di antara Jiujiu dan belati, kasim itu jatuh ke samping.

"Apa yang kalian semua lakukan!" Seorang kasim telah menjegalnya dari samping. Dia tampak berusia tiga puluhan, dengan mata terkulai dan fitur yang baik hati. "Mengapa kalian menjambret dua dayang istana yang tak berdaya?"

Kasim itu berteriak dengan marah. Ia membungkuk di atas kasim yang jatuh dan mencoba mengambil pisau darinya. Kasim itu menendang perut kasim yang lain dan berdiri dengan pisau di tangannya. Saat ia hendak mengarahkan pisau itu pada kasim yang datang menolong keduanya, sebuah batu muncul entah dari mana dan menghantam tangannya dengan tepat.

Sebuah erangan datang dari tempat lain. Melihat ke arah itu, seorang kasim muda yang datang entah dari mana, sedang memelintir lengan seorang kasim yang memegang pisau dan menekannya ke tanah. Bukan itu saja. Kasim yang lain juga mengerang, mencengkeram lengan dan kakinya. ——Tampaknya dalam sekejap, kasim muda ini telah melucuti senjata mereka sepenuhnya.

"Pergi dari sini!"

Para kasim berusaha melarikan diri seakan-akan mereka kehilangan akal sehat mereka. Kasim muda itu melepaskan lengan kasim yang menempel di tanah. Dengan panik dia juga berdiri dan terjatuh saat mengejar rekan-rekannya yang melarikan diri.

"Apakah kau terluka, Niangniang? Kasim itu menoleh ke arah Justetsu. Itu adalah wajah yang tidak dikenalnya. Dia memiliki wajah yang tampan dan terlihat sedikit di bawah usia dua puluhan. Matanya yang panjang dan kelopak mata tunggalnya sangat indah. Bahkan bekas luka di sebelah kanan yang membentang di pipinya terlihat seperti hiasan.

"Pelayan Ei telah memerintahkan aku untuk menjagamu. Aku Onkei. Aku telah mengikutimu dalam bayang-bayang. Mohon maafkan aku atas ketidaksopanan ini."

Onkei, dengan tubuhnya yang proporsional dan ramping, membungkuk dengan anggun dengan tangan tergenggam.

"Aku mengerti, Ei Sei..."

Ia pria yang bijaksana.

"Kau telah menyelamatkan kami. Engkau memiliki rasa terima kasihku. ——Siapa orang-orang itu? Mereka tak tampak seperti perampok biasa."

"Aku tak tahu. Bagaimanapun, mereka kemungkinan besar adalah bawahan dari faksi janda kaisar."

"Janda permaisuri...?" Bukankah dia seharusnya dikurung? Dan kenapa mereka menyerang Jusetsu sekarang?

"...Kalau dipikir-pikir," Jusetsu melihat sekeliling. Dia mencari kasim yang membantu mereka pertama kali, tapi dia tidak terlihat. "Apakah kasim itu bukan bawahan Ei Sei?"

"Aku tidak tahu. Aku kira dia hanya kebetulan lewat."

Jika dia ingat dengan benar, pria itu berpakaian seperti kasim berpangkat rendah dengan jubah abu-abu gelap dan topi hitam. jika dia hanya lewat lalu terjun ke tengah-tengah sekelompok bajingan dengan pisau, Dia pasti orang yang sangat berjiwa kesatria. Jika dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya lagi, dia harus berterima kasih padanya.

"Jiujiu, apakah kamu tidak terluka..." Jusetsu bertanya, berbalik, tapi kaki Jiujiu telah jatuh di belakangnya, dan dia berada di ambang air mata. Itu bisa dimengerti.

"Apakah kamu baik-baik saja?" Ketika dia mengulurkan tangannya, Jiujiu berpegangan pada Jusetsu dan mulai menangis. "Aku minta maaf. Aku melibatkanmu dalam bahaya. Kamu harus kembali ke Istana Yamei."

Dia mengangkat kepalanya untuk menyuruh On kei mengantarnya kembali, tetapi Jiujiu menggelengkan kepalanya dan melepaskan Jusetsu.

"Tidak, aku akan menemanimu, Niangniang," katanya dan menyeka air matanya.

 "Tapi..."

"Kamu mencoba menyelamatkanku, bukan?" Dia mengacu pada saat Jusetsu mencoba melangkah di antara dia dan pisau kasim itu. "Aku akan menemanimu."

Hanya mengucapkan kata-kata itu, Jiujiu tersedu-sedu.

"...Terima kasih."

Entah bagaimana, perasaan gatal menggelitik dadanya. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan hal ini.

*


Diawasi oleh Jiujiu dan On kei di kedua sisinya, Jusetsu berdiri di depan Rumah Sen'e. Pintu masuknya setengah ambruk dan miring, dan tiang gerbangnya hampir runtuh. Ketika mereka melewatinya, mereka melihat para dayang istana dengan gaun berwarna bumi sedang mencuci pakaian di wastafel dengan ekspresi lelah. Semua berwajah pucat, dan beberapa dari mereka sudah tua. Mereka tidak mengangkat kepala mereka bahkan ketika Jusetsu dan yang lainnya melewati mereka. Jiujiu berdiri dekat lengan Jusetsu dan melihat sekeliling dengan ketakutan. ——Tempat ini disebut kuburan dayang istana.

Begitu mereka melangkah masuk ke dalam bangunan dengan genteng berlumut, bau apek menyerang hidung mereka. Dinding-dindingnya dipenuhi jamur. Kasim yang bertanggung jawab atas tempat ini membawa mereka ke sebuah ruangan di belakang.

"Ini adalah kamar So Kougyou. ——Meskipun begitu, kupikir akan membuang-buang waktu untuk mencoba menanyakan sesuatu padanya," kata kasim itu dari balik bahunya, bahkan tidak mengalihkan matanya yang tak bernyawa ke arah Jusetsu dan yang lainnya.

"Kenapa begitu?"

"Kau akan tahu setelah kau melihatnya."

Baiklah kalau begitu. Kasim itu pergi. Tidak ada pintu di pintu masuk, hanya tirai yang sedikit kotor. Onkei berdiri berjaga-jaga di depannya, dan Jusetsu memasuki ruangan.

Sebuah tempat tidur sederhana didirikan di dekat jendela ruangan sempit itu, dan seorang wanita berbaring di atasnya. Kasim mengatakan kepada mereka bahwa wanita itu telah terbaring di tempat tidur sejak kemarin karena demam. Rumah Sen'e menampung banyak orang yang tidak bisa lagi bergerak karena sakit.

Rambut wanita itu tipis dan setengah memutih, dan wajah serta tubuhnya kurus kering. Sekilas, dia tampak seperti seorang wanita tua karena kulitnya yang kusam dan kerutan yang dalam, tetapi setelah dilihat lebih dekat, dia tidak tampak setua itu.

"...Sou Kougyou?"

Jusetsu bertanya, membungkuk di atas tempat tidur. Wanita itu setengah membuka matanya dan menatap Jusetsu. Tatapannya mengembara, tapi dia tidak memberikan jawaban. Jusetsu hendak bertanya lagi ketika wanita itu membuka mulutnya. Dia tanpa sadar terkejut dan menarik tubuhnya ke belakang.

Tidak ada lidah di mulut wanita itu.

Tatapan wanita itu mengejar Jusetsu dan dia mengucapkan beberapa suara yang tidak terdengar seperti kata-kata. Jusetsu berpikir bahwa wanita itu mungkin bermaksud "Ya."

——Sekarang aku mengerti apa yang dikatakan kasim itu, akan membuang-buang waktu untuk menanyakan apapun padanya.

Tidak ada cara baginya untuk menjawab pertanyaan apapun. Dia telah mendengar bahwa di istana dalam, memotong lidah wanita istana merupakan hukuman yang jarang terjadi, tapi dia tidak mengira itu akan menjadi hal yang nyata. Itu sangat mengerikan.

——Aku hanya bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan dimana dia bisa menjawab dengan menganggukkan kepalanya ya atau menggelengkan kepalanya tidak.

"...Aku adalah Permaisuri Raven. Aku tinggal di Istana Yamei. Aku datang kemari untuk menanyaimu tentang beberapa hal." Jusetsu mengeluarkan anting-anting dari balik selempangnya. "Apakah engkau tahu ini——"

Anting-anting? Dia hendak menyelesaikannya, tetapi sebelum itu terjadi, ekspresi Kougyou jelas berubah. Matanya melebar, dan wajahnya merupakan campuran dari rasa takut dan terkejut. Dia dengan hasrat mencoba mengatakan sesuatu, tetapi hanya erangan dan air liur yang keluar dari mulutnya.

"Apakah ini milik Nona Han?"

Dia menganggukkan kepalanya berkali-kali. Dan kemudian, dia dengan bersemangat menggerakkan mulutnya dan memberi isyarat dengan tangannya seperti dia sedang menulis sesuatu.

"...Engkau ingin berkomunikasi dengan tulisan?"

Ketika dia menanyakan hal itu, Kougyou mengangguk dengan penuh semangat. Jusetsu berpaling pada Jiujiu. "Pinjamlah kuas tulis dan kertas dari kasim itu."

Jiujiu pergi keluar, tapi kembali setelah beberapa saat dengan wajah gelisah.

"Dia mengatakan bahwa tidak ada hal-hal seperti itu di sini. Dia juga mengatakan bahwa ia tidak bisa menulis, jadi tidak ada gunanya berkomunikasi dengan tulisan..."

Jusetsu mengalihkan matanya ke Kougyou, yang menggelengkan kepalanya dan menatap tajam ke arahnya. Dia berbeda dari dirinya yang tak bernyawa ketika dia berbaring; tatapannya kuat.

"--Kemudian kita akan membawanya ke Istana Yamei. Onkei, gendong dia."

Setelah menyelimuti Kougyou dengan selimut tipis, Onkei mengangkatnya dalam pelukannya. Ketika mereka hendak membawanya keluar, kasim itu bergegas menghampiri mereka.

"Kamu tidak bisa begitu saja membawanya keluar dari sini."

"Aku adalah Permaisuri Raven. Aku membawa orang ini di bawah otoritasku. Jika ada yang mengeluh, suruh mereka datang ke Istana Yamei."

Mendengar kata-kata Permaisuri Raven, kasim itu mundur karena terkejut. Permaisuri Raven dikabarkan berspesialisasi dalam kutukan dan kutukan pembunuhan. Bahkan kasim yang bertugas menyalakan lentera tidak berani mendekati Istana Yamei.

Setelah meninggalkan Rumah Sen'e dengan Kougyou, Jusetsu bergegas kembali ke Istana Yamei.

Istana Yamei tidak mempekerjakan dayang istana, jadi ada banyak kamar kosong. Mereka menempatkan Kougyou di salah satu kamar, dan Jusetsu menyiapkan beberapa kertas rami dan kuas. Jiujiu menghaluskan tinta dalam sebuah batu tinta dan meletakkannya di atas dudukan di samping tempat tidur. Kougyou duduk dan mengambil kuasnya.

"Seorang dayang istana di Rumah Sen'e mengajariku cara menulis." Kougyou menulis dengan tulisan tangan yang kaku. "Tetapi jika mereka tahu aku bisa menulis, mereka pasti akan membunuhku. Itu sebabnya aku berpura-pura tidak bisa menulis."

Jusetsu mengerutkan alisnya pada kata "bunuh."

"Pelayan itu telah dibunuh. Namun, membunuh seorang pelayan akan terlalu mencolok, jadi mereka memotong lidahku sehingga aku tidak bisa berbicara."

 Yang dimaksud dengan pelayan, mungkin yang dimaksud adalah pelayannya sendiri. Tertulis dalam register bahwa dia telah meninggal karena sakit, tetapi dia sebenarnya dibunuh?

"Aku dijadikan pelayan dari permaisuri yang lain, dan kemudian mereka dengan sengaja membuat tuduhan untukku dan memotong lidahku sebagai hukuman."

Kata-kata Kougyou berantakan, seakan-akan keinginannya untuk menulis bergegas maju. Dia menggigit bibirnya, ekspresi frustasi di wajahnya.

"...Siapa yang melakukan tindakan seperti itu padamu? Siapa sebenarnya yang akan membunuhmu?"

Tangan Kougyou gemetar. Dia menarik napas dalam-dalam, dan kemudian melanjutkan menulis.

"Janda permaisuri."

*

Janda permaisuri meracuni Permaisuri Magpie, tulis Kougyou. Permaisuri Magpie - permaisuri peringkat ketiga. Dia adalah permaisuri muda yang merupakan putri dari seorang kepala bawahan. Rupanya, dia sedang hamil pada saat kematiannya. Insiden itu dibingkai pada Nona Han.

"Itu karena Permaisuri Magpie sedang hamil. Ayahnya tidak berada dalam faksi janda permaisuri. Nona Han dituduh dengan kejahatan itu. Pembantuku dibujuk dengan uang, dan mereka menyuruhnya menanam euphorbia di dada. Aku melihat kejadiannya. Namun,"

Kougyou menghentikan kuasnya di sana. Ujung dari kuas itu berkeliaran di udara beberapa kali, tetapi Kougyou menggigit bibirnya dan menurunkan kuasnya.

"Aku juga melakukan apa yang kasim itu perintahkan kepadaku. Dia mengatakan kepadaku bahwa mereka akan membunuh keluargaku. Aku membiarkan Nona Han mati tanpa melakukan apapun untuk menolongnya." Bahu Kougyou bergetar, dan dia menghentikan kuasnya lagi. "Aku belajar menulis sehingga setidaknya aku bisa membiarkan kebenaran diketahui suatu hari nanti. Karena kamu memiliki anting-anting itu, kamu pasti sekutu Nona Han."

"Eh?"

Kougyou mengangkat kepalanya.

"Apakah aku salah?"

Jusetsu tidak tahu mengapa dia pikir dia sekutu Nona Han, tapi dia menjelaskan bahwa Koushun lah yang menemukan anting-anting di istana batin, dan hantu yang merasuki anting itu.

Kougyou memucat mendengar kata "hantu".

"Apakah itu hantu Nona Han?"

"Jika anting-anting ini miliknya, maka memang demikian," Jusetsu mengulurkan anting-anting itu di tangannya.

"Anting-anting itu memang milik Nona Han. Aku mengingatnya dengan sangat baik. Bagaimanapun juga, hanya ada satu."

"Hanya satu?"

"Ya, hanya ada satu, tetapi meskipun begitu, Niangniang selalu memakainya."

Niangniang mungkin merujuk pada Nona Han. Kougyou memiliki pandangan jauh di matanya saat dia mengingatnya.

"Dia pernah bercerita tentang hal itu. Dia mengatakan bahwa dia memberikan anting yang lain kepada tunangannya di kampung halamannya."

"Bertunangan...?"

"Niangniang telah bertunangan dengannya sejak mereka masih anak-anak, tetapi ayahnya, yang merupakan seorang pejabat sipil, memaksanya untuk masuk ke istana batin. Niangniang memberikan anting-anting itu kepada tunangannya dan masuk ke istana. Ketika dia menyentuh anting-anting itu, dia seakan-akan mengingat tunangannya.

"Niangniang bukanlah orang yang cerdas dan ceria, tetapi dia baik hati. Aku adalah putri dari sebuah toko mie kecil, tetapi aku dipilih untuk menjadi dayang istana dan memasuki istana batin. Hampir semua dayang istana lainnya adalah putri dari keluarga terhormat, tetapi itu merupakan tempat yang sulit bagiku untuk hidup karena aku tidak dapat membaca dan menulis dengan baik, dan aku tidak memiliki kehalusan. Tidak dapat hanya menonton, Niangniang menjadikan aku sebagai pelayannya. Namun..."

Tangan Kougyou berhenti. Namun, dia tampaknya telah menenangkan diri dan terus menulis.

"Suatu hari, dia memberikan anting-anting itu kepada orang lain."

"Memberikannya?"

"Ketika ia kembali dari pelataran, ia tidak lagi mengenakan anting-anting itu, jadi kupikir ia menjatuhkannya dan aku bertanya kepadanya dengan kaget. Dia tertawa dan berkata bahwa dia memberikannya kepada seorang anak yang menangis. Mungkin mereka mengalami masa-masa sulit di istana dalam. Aku yakin anak itu tahu kebaikan Niangniang. Bahwa dia tidak akan pernah meracuni siapa pun.

"Itulah sebabnya Aku berpikir bahwa karena kamu memiliki anting-anting itu, kamu pasti anak itu atau seseorang yang mengenalnya. Jika itu masalahnya, maka kamu pasti sekutu yang tahu bahwa Niangniang tidak bersalah."

 Kougyou meletakkan kuasnya dan menghembuskan nafas. Jusetsu meletakkan tangannya di dahinya. Rasanya panas. Demamnya mungkin akan naik.

"Baiklah. Istirahatlah untuk sementara waktu."

Namun, Kougyou mengambil kuasnya lagi dan buru-buru menuliskan sesuatu.

"Niangniang tidak hanya dituduh palsu. Dia dibunuh. Dia dibunuh oleh kasim. Tolong hukum mereka. Aku akan menerima hukuman juga."

Setelah menulis itu, Kougyou kehilangan kesadarannya. Jusetsu membaringkannya di tempat tidur, menuliskan "akar bupleurum," "benang emas," dan "ceruk gagak" pada selembar kertas yang tersisa, dan kemudian memberikannya kepada Onkei.

"Beritahu kantor medis untuk menyiapkan ramuan ini saja."

Dengan kertas di tangannya, Onkei segera keluar ruangan. Dia menyuruh Jiujiu menjaga Kougyou dan kembali ke kamarnya sendiri. Dia meletakkan anting-anting itu di atas meja dan menatapnya.

——Selain dituduh palsu, dia dibunuh...

Apakah itu sebabnya Nona Han menjadi hantu dan merasuki anting itu?

Siapa orang yang dia berikan anting-antingnya? Mereka mungkin orang yang menjatuhkannya. Jika mereka menjatuhkannya di istana dalam, itu berarti mereka masih berada di sini. Mungkin dayang atau kasim istana yang sudah lama mengabdi di sini sejak pemerintahan kaisar sebelumnya——?

Jusetsu menekan tangannya ke pelipisnya. Apa yang harus dia lakukan? Bagaimanapun juga, dia harus segera memberitahu Koushun.

Jusetsu membelai giok dari anting-anting itu. Jika dia menghilangkan penyesalan Nona Han, apakah dia akan puas dan terbebas dari penyesalannya? Sebaliknya, jika dia tidak melakukannya, bahkan upacara istirahat pun tidak akan bisa menyelamatkan jiwanya.

Jusetsu mengambil anting-anting di tangannya dan menggoyangkannya di depan matanya.


Sebelumnya || Daftar Bab || Selanjutnya

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama